Tolak Sebutan Takdir, Suara Lantang Keluarga Korban Ponpes Minta Polisi Usut Tuntas Kelalaian
Surabaya, Nawacita.co – Di tengah isak tangis keluarga korban yang menunggu kabar di posko crisis center, ada satu suara yang berbeda. Fauzy, paman dari M. Haikal Ridwan, salah satu santri yang belum ditemukan menolak jika tragedi ambruknya bangunan pondok pesantren hanya disebut sebagai “takdir”.
‘Ini bukan sekadar bencana alam. Saya lihat ada kelalaian manusia,” tegasnya dengan nada getir, saat ditemui di tenda posko crisis center di Rumah Sakit Bhayangkara, Surabaya.
Setiap hari, Fauzy berpindah antara rumah sakit dan posko. Waktu kejadian Ia berbagi tugas dengan sang adik, ayah Haikal, yang tetap berjaga di lokasi pondok. “Saya keliling dari RS Siti Hajar ke RS Bhayangkara, berharap ada titik terang,” tuturnya.
Baca Juga: Polda Jatim Periksa 17 Saksi dalam Tragedi Ambruknya Ponpes Al Khoziny Sidoarjo
Hingga hari ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak pengurus pesantren yang memohon maaf atau menjelaskan duduk perkaranya. Hal itu membuat Fauzy semakin yakin bahwa tragedi ini tak bisa dibiarkan berlalu begitu saja.
“Kalau memang ada kelalaian manusia, harus diproses secara hukum. Siapa pun, apapun status sosialnya. Walaupun guru sekalipun, kalau salah ya salah,” ujarnya lantang.
Baginya, kehilangan puluhan nyawa santri bukan hanya duka, tetapi juga tanggung jawab moral dan hukum yang harus ditegakkan.
Tragedi ambruknya pondok pesantren meninggalkan luka mendalam bagi banyak keluarga. Di tengah banyaknya suara yang pasrah menyebutnya sebagai takdir, suara Fauzy menjadi pengingat: setiap kehilangan juga menuntut keadilan.
“Takdir mungkin tak bisa dihindari. Tapi kelalaian bisa dicegah,” tutupnya.
Reporter: Alus


