Tuesday, December 23, 2025
HomeHukumLBH Surabaya Nilai Penangkapan Dua Aktivis Merupakan Bukti Pembungkaman Demokrasi

LBH Surabaya Nilai Penangkapan Dua Aktivis Merupakan Bukti Pembungkaman Demokrasi

LBH Surabaya Nilai Penangkapan Dua Aktivis Merupakan Bukti Pembungkaman Demokrasi

SURABAYA, Nawacita – Penangkapan pihak kepolisian terhadap dua orang aktivis, yakni Muhammad Fakhrurrozi (Paul) dan Ahmad Faiz Yusuf. Menjadi perhatian publik, sebab penangkapan keduanya dianggap sebagai bentuk pembungkaman hak bersuara, utamanya pada mereka yang lantang menyuarakan ketidakadilan di negeri ini.

Sosok Muhammad Fakhrurrozi atau Paul dikenal sebagai seorang aktivis sosial yang kritis, kreatif dan konsisten dalam menyuarakan isu-isu kemanusiaan. Sebagai alumni Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta, Paul pernah menjabat sebagai Direktur Klinik Advokasi dan Hak Asasi Manusia (KAHAM) di kampusnya.

Pada hari Sabtu, 27 September 2025, pukul 14.30 WIB, Paul didatangi oleh 30 orang tidak berseragam yang ternyata adalah satuan anggota Kepolisian Daerah (Polda) Jawa Timur yang kemudian melakukan penggeledahan dan penyitaan terhadap barang-barang pribadinya.

- Advertisement -

Paul kemudian dibawa paksa dari tempat kediamannya di daerah Sleman, Yogyakarta menuju ke Kantor Mapolda DIY . Hingga akhirnya pukul 17.00 WIB, dari Yogyakarta ia kemudian dibawa menuju ke Mapolda Jawa Timur dan tiba disana sekitar pukul 22.10 WIB. Selanjutnya ia mulai diperiksa untuk dimintai keterangan pada hari Minggu (28/09) pukul 00.30 dini hari sampai dengan pukul 15.00 WIB.

Sementara itu di Kediri, Ahmad Faiz Yusuf alias Faiz, pelajar Madrasah Aliyah Plus Manba’ul Adhim Bagbogo, Tanjung Anom Nganjuk, Jawa Timur yang juga merupakan aktivis/pegiat literasi ditangkap oleh satuan Kepolisian Resor (Polres) Kediri Kota pada hari Minggu tanggal 21 September 2025 lalu. Penggeledahan dan penyitaan juga dilakukan sebelum akhirnya ia dibawa ke kantor kepolisian untuk diperiksa kemudian ditetapkan tersangka dan dijebloskan ke penjara dengan menyandang status sebagai tahanan.

Baca Juga: DPRD Surabaya Desak Evaluasi Penyitaan Buku oleh Polisi

Penetapan tersangka keduanya dianggap sebagai sebuah kasus yang dipaksakan, sebab keduanya tidak ada di lokasi kejadian dan tidak memiliki keterlibatan dengan tuduhan tindak pidana.

Keduanya juga ditanya mengenai apakah memiliki hubungan dan mengenal salah satu tersangka kasus unjuk rasa di Kediri pada 30 Agustus 2025 lalu.

Paul disangka dengan Pasal 160 KUHP Jo. Pasal 187 KUHP Jo. Pasal 170 KUHP Jo. Pasal 55 KUHP. Adapun Faiz, ia disangkakan dengan tindak pidana sebagaimana Pasal 45A ayat (2) Jo. Pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 atau Pasal 45A ayat (3) Jo. Pasal 28 ayat (3) UU RI Nomor 1 Tahun 2024 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008.

Bahkan sejak ditangkap, Tim Hukum dan keluarga Paul sejak penahanan Paul hingga saat ini tidak dapat bertemu dengan Paul.

Sedangkan Faiz dianggap memprovokasi aksi sehingga terjadi pembakaran saat aksi unjuk rasa di Kota Kediri melalui postingan cerita di Instagram. Kasus penangkapan Paul dan Faiz kini mendapatkan pendampingan dari LBH Surabaya.

“Penangkapan dan penetapan tersangka yang terlalu prematur Ini menjadi catatan merah bagi institusi kepolisian yang dalam melakukan pengembangan kasus menyasar kepada mereka yang seharusnya tidak bersalah,” tulis LBH Surabaya dalam keterangan resminya.

“Dapat disimpulkan bahwa Faiz dan Paul dituduh dan dikambing hitamkan dan dikriminalisasi oleh negara sebagai provokator kaitannya dengan serangkaian aksi demonstrasi yang terjadi di Kota Kediri, Jawa Timur pada tanggal 30 Agustus 2025 lalu,” lanjutnya.

Ketidaksesuaian negara dalam mencari dalang aktor sebenarnya dalam kejadian kerusuhan di berbagai daerah, khususnya Jawa Timur menjadi perhatian masyarakat. Terlebih pembungkaman yang dilakukan terhadap para aktivis, menjadi bukti kebebasan demokrasi yang makin hilang di tanah air Indonesia.

Bebagai pelanggaran hukum terjadi dari pihak aparat diantaranya :  Penjemputan paksa ; Tidak adanya surat panggilan tanpa bukti awal yang cukup ; Penggeledahan serta penyitaan secara sewenang-wenang oleh aparat ; Penangkapan juga penahanan tanpa disertai dengan alasan yang objektif ; Pemeriksaan yang dilakukan tanpa mempertimbangkan aspek kesehatan dan psikologis; Tidak diberikannya Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang secara hukum merupakan hak Tersangka dan Penasehat Hukumnya.

Reporter : Rovallgio

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru