Thursday, December 18, 2025
HomeDAERAHJABARJawa Barat Jadi Provinsi dengan Jumlah PHK Tertinggi se-Indonesia selama Lima Bulan...

Jawa Barat Jadi Provinsi dengan Jumlah PHK Tertinggi se-Indonesia selama Lima Bulan Terakhir

Jawa Barat Jadi Provinsi dengan Jumlah PHK Tertinggi se-Indonesia selama Lima Bulan Terakhir

BANDUNG, Nawacita – Provinsi Jawa Barat saat ini menempati posisi sebagai provinsi dengan angka Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tertinggi di Indonesia. Bahkan, Jawa Barat menempati posisi pertama dengan jumlah PHK tenaga kerja terbanyak selama lima bulan terakhir dari Maret hingga Agustus 2025.

Menurut data dari Kementerian Ketenagakerjaan, angka PHK tenaga kerja di Jawa Barat per Januari 2025 hanya 1.657 orang. Angka tersebut menempatkan Jawa Barat di posisi ketiga setelah Jawa Tengah sebanyak 1.712 orang dan Banten sebanyak 2.544 orang.

Namun, angka tersebut kemudian naik pada bulan Februari sebanyak 3.862 orang yang menempatkan Jawa Barat di posisi kedua setelah Jawa Tengah dengan jumlah 8.161 orang.

- Advertisement -

Alih-alih turun, per bulan Maret 2025 angka tersebut malah semakin naik dan menempatkan Jawa Barat di posisi pertama sebagai provinsi dengan angka PHK tenaga kerja tertinggi mencapai 1.288 orang atau 25,83 persen dari total se Indonesia yang berjumlah 4.987 orang.

Posisi pertama itu terus bertahan dan tersemat pada Jawa Barat hingga bulan Agustus 2025 dengan jumlah PHK tenaga kerja mencapai 261 orang atau 29,07 persen dari 1.118 tenaga kerja yang di PHK se Indonesia.

Baca Juga: Viral Karyawan PT Gudang Garam yang Diduga Kena PHK Saling Berpamitan

Kepala Bidang Hubungan Industrial Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jawa Barat, Firman Desa menyebut bahwa hal itu dikarenakan Jawa Barat merupakan provinsi dengan jumlah penduduk yang cukup banyak.

Apalagi, Jawa Barat sendiri merupakan salah satu provinsi dengan jumlah industri terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara.

“Ya, mungkin yang pertama ya itu tadi karena Jawa Barat itu provinsi yang besar, jumlah industri terbesar di Indonesia bahkan di Asia Tenggara otomatis mungkin dari sisi jumlah data PHK itu pun akan besar,” kata Firman saat dikonfirmasi melalui saluran telepon pada Selasa (16/9/2025).

Ia menyebut bahwa data yang dikeluarkan Kementerian Ketenagakerjaan itu merupakan status PHK dengan definisi yang merujuk pada Undang – Undang Nomor 13 Tahun 2023.

Dalam nomenklatur undang-undang tersebut, kategori PHK bukan hanya diberikan kepada karyawan yang diberhentikan secara sepihak sebelum habis kontrak. Namun, status PHK juga disematkan kepada karyawan yang sudah mengalami habis kontrak, pensiun bahkan meninggal dunia.

“Undang-Undang 13 2023 bahwa PHK itu sebenarnya mulai dari ada yang pensiun, habis kontrak ataupun meninggal, itu sebenarnya masih PHK juga, definisinya,” ucap dia.

Ia menilai definisi PHK yang berbeda antara undang-undang dengan persepsi masyarakat berbeda. Menurutnya, perspektif masyarakat menganggap bahwa PHK merupakan pemutusan hubungan kerja secara sepihak sebelum kontrak karyawan habis.

“Salah satunya mungkin dari masyarakat melihat PHK itu agak sedikit berbeda dengan yang definisikan di Undang-Undang 13 tahun 2023. Mungkin image PHK itu ya, dia di PHK dipecat lah ya, dipecat terus secara tiba-tiba. Nah, itu mungkin yang ada perbedaan persepsi atau definisi PHK,” papar Firman.

Maka dari itu, Firman menegaskan bahwa data jumlah tenaga kerja yang terkena PHK di Jawa Barat bukanlah yang diberhentikan secara sepihak. Namun jumlah tersebut didominasi oleh kategori pekerja yang memang sudah habis kontrak.

Hal itu banyak terjadi khususnya di dunia industri padat karya. Sebab, kontrak kerja karyawan di industri padat karya terhitung cukup singkat dari kurun waktu enam bulan hingga satu tahun.

“Nah, memang kalau lihat dari data PHK atau data ter aktif peserta BPJS Ketenagakerjaan yang kita anggap tersambung dengan data tenaga kerja banyaknya PHK di jawa barat itu, banyaknya karena habis kontrak,” tegas dia.

Selain dikarenakan habis kontrak, tingginya angka PHK di Jawa Barat juga disebabkan karena karyawan yang sudah pensiun dan meninggal dunia. Namun, lanjut Firman, kategori tersebut tidak terlalu banyak. Bahkan hanya terhitung 10 sampai 20 persen dari jumlah keseluruhan.

“Ya, ada sih. Cuma memang kecil lah, mungkin di bawah sekitar 10%-20% lah gitu. Karena prosesnya pensiun ya di usia 56 tahun atau 57 tahu ataupun karena meninggal,” cetus dia.

Meski berada di posisi pertama dalam lima bulan terakhir, ia menjelaskan bahwa trend PHK di Jawa Barat menunjukan adanya penurunan. Hal itu terlihat dari angka yang terus menurun sejak bulan Maret 2025.

Menurut data Kemenaker, pada bulan Maret 2025 dengan jumlah 1.288 orang atau 25,83 persen dari total se Indonesia yang berjumlah 4.987 orang. Pada bulan ini juga Jawa Barat mulai berada di peringkat pertama dengan jumlah PHK tenaga kerja paling banyak sekali Indonesia.

Kemudian pada bulan April 2025 terdapat 1.259 orang. Pada bulan Mei 2025 jumlah tersebut mulai mengalami penurunan di angka 962 orang atau 20,46 persen dari 4.702 orang. Penurunan terus terjadi hingga Juni 2025 dengan jumlah 460 orang atau 28,59 persen dari 1.609 orang.

Jumlah itu terus menurun pada bulan Juli dengan jumlah tenaga kerja yang di PHK sebanyak 325 orang atau 29,07 persen dari 1.118 orang dan Agustus 2025 dengan jumlah 261 orang atau 29,07 persen dari 1.118 orang.

Menurut dia, penurunan tren ini juga tidak lepas dari turunnya angka PHK terhadap tenaga kerja secara nasional. Selain itu, penurunan juga dimbangi dengan banyaknya jumlah industri di Jawa Barat yang masih bisa menyerap banyak tenaga kerja.

“Ya, betul. Secara jumlah, trendnya memang menurun. Cuma memang dari segi jumlahnya tertinggi. Jadi wajar sih, kalau 261 se-Jabar gitu, sedangkan jumlah perusahaan di jawa barat itu ada 230 ribu. Berarti kan kalau dirata-rata kan hanya 0.000 sekian persen gitu,” jelas Firman.

(Niko)

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru