Peringatan dari BNPT: Belajar Agama harus dari Guru dengan Sanad Jelas, Bukan dari Mbah Google
Surabaya, Nawacita.co – Ancaman terorisme tidak hanya datang dari jaringan besar lintas negara, tetapi juga dari ruang-ruang yang dekat dengan kehidupan sehari-hari: media sosial, ruang keluarga, hingga pergaulan anak muda.
Hal tersebut dipaparkan Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Kolonel Sus Dr. Harianto, pada kesempatannya memberikan materi diagenda seminar ‘Mewujudkan Pemuda Cerdas, Kritis, dan Cinta Tanah Air’.
Harianto mengungkap, hal ini terungkap dalam sebuah paparan yang menyoroti kelompok rentan perempuan, anak, dan remaja sebagai target utama penyebaran ideologi radikal dan ekstremisme.
“Bayangkan, seorang siswi kelas 2 SMA mampu menggerakkan orang lain untuk berangkat ke Suriah hanya bermodal belajar lewat media sosial,” ungkap Harianto (20/8/2025).
Baca Juga: Khofifah Beri Penghargaan ke 600 ASN, Ajak Jajaran Perkuat Sektor UMKM hingga Pendidikan
Fenomena ini membuktikan bahwa platform digital dapat menjadi pintu masuk yang sangat efektif bagi propaganda radikal, bahkan memengaruhi mereka yang masih sangat muda.
Karna kondisi psikologis pada remaja yang masih labil membuat mereka mudah mencari kebenaran di internet. Sayangnya, pencarian itu sering kali terjerumus pada situs atau kelompok yang salah.
“Anak-anak mencari jawaban spiritual dari ‘Mbah Google’. Padahal, jawabannya tidak tuntas dan justru menjerumuskan. Karena itu, belajar agama harus dari guru yang jelas sanad dan kapasitasnya, bukan dari internet yang bebas tafsir,” pesannya.
Baca Juga: Gubernur Khofifah Pimpin Upacara HUT ke-80 RI, Ajak Warga Jatim Teguhkan Persatuan
Meski Indonesia tercatat dalam Global Terrorism Index 2025 sebagai negara dengan dampak terorisme di level medium, dan bahkan masuk kategori high peace country menurut Global Peace Index, kewaspadaan tetap perlu dijaga.
“Alhamdulillah, kita sudah mencatat zero terrorist attacks dalam beberapa tahun terakhir. Namun, keberhasilan ini tidak boleh membuat lengah,” imbuhnya.
Keberhasilan Indonesia menekan aksi terorisme hingga titik nol tidak lepas dari partisipasi masyarakat melalui sistem peringatan dini (early warning system). Setiap laporan sekecil apa pun bisa menjadi pengungkap potensi ancaman besar.
“Intoleransi, radikalisme, ekstremisme, dan terorisme adalah satu mata rantai yang saling berhubungan. Jika kita bisa memutusnya sejak dini, maka ancaman bisa dicegah. Inilah kewaspadaan kolektif yang harus kita bangun,” pungkasnya.
Reporter: Alus


