Unair dan UNESCO Bedah Buku “Identitas, Inovasi, dan Intergenerasi” Demi Masa Depan Budaya Takbenda
Surabaya, Nawacita.co – Tradisi tidak cukup hanya dikenang, ia harus diberi masa depan. Pesan inilah yang mengemuka dalam acara bedah buku Identitas, Inovasi, dan Intergenerasi yang digelar Program Magister Media dan Komunikasi Universitas Airlangga (Unair) bersama Delegasi Tetap RI untuk UNESCO.
Buku ini menghimpun esai-esai populer tentang strategi pelestarian budaya takbenda Indonesia yang telah diakui UNESCO, dengan fokus pada cara membuatnya tetap relevan bagi generasi muda.
Dekan FISIP Unair, Prof. Bagong Suyanto, menambahkan bahwa buku ini membuktikan akademisi tidak hanya meneliti, tapi juga ikut mengambil peran nyata. “Kampus harus hadir sebagai bagian dari ekosistem budaya,” ujarnya.

Hartanti Maya Krisna dari Kementerian Kebudayaan RI menekankan pentingnya strategi nasional yang menghubungkan akar lokal dengan panggung global.
Menurutnya, WBTb hanya akan bertahan jika terus diciptakan ulang dan diwariskan lintas generasi. “Pelestarian bukan sekadar menjaga tarian atau kerajinan, tapi juga memindahkan pengetahuan, keterampilan, dan makna yang menyertainya,” ujarnya.
Pegiat budaya Andreanto Surya Putra menyoroti Reog Ponorogo, salah satu WBTb Indonesia yang diinskripsi UNESCO. Menurutnya, seni pertunjukan ini menghadapi dua tantangan utama: kebutuhan bahan alternatif ramah lingkungan untuk Dadak Merak dan menurunnya minat generasi muda.
“Kebijakan budaya harus setegas hentakan kaki penari Reog: memberi ruang kreasi, menjamin perlindungan, dan menyediakan pendanaan berkelanjutan,” tegas Andreanto.
Baca Juga: Wanala Unair Gabung Ekspedisi Gunung Arjuno 2025, Kibarkan Merah Putih Raksasa dan Tanam 2.000 Pohon
Ia mengusulkan integrasi Reog ke dalam kurikulum sekolah serta promosi melalui platform digital agar relevan dengan selera generasi sekarang.
Diskusi ditutup dengan refleksi Dina Septiani, salah satu penulis esai dalam buku ini. Ia merangkum: tradisi butuh dua hal—penjaga dan penutur.
“Penjaga memastikan akar tetap kuat, penutur memastikan cabang terus tumbuh. Dari Reog hingga robot angklung, dari balai desa hingga feed media sosial—semuanya adalah kisah yang, bila ditulis bersama, membuat masa depan menoleh pada masa lalu dengan hormat.” tutupnya.
Buku bisa dibaca dalam bentuk flipbook pada tautan: https://komunikasi.fisip.unair.ac.id/kerjasama-kwriunesco-unair/
Reporter: Alus


