Mahasiswa Gaza di Unair: Kisah Ahmad dan Ibrahim, Belajar di Surabaya untuk Membangun Kembali Palestina
Surabaya, Nawacita.co – Di tengah situasi konflik dan krisis kemanusiaan yang berkepanjangan di Gaza, dua putra Palestina, Ahmad Ilyan Shaker Abu Ajwa dan Ibrahim M M Abusalem, menempuh perjalanan panjang demi satu tujuan: menuntut ilmu di Universitas Airlangga (UNAIR) dan kelak kembali membangun tanah kelahiran mereka.
Pertama, Ahmad mengungkapkan kisahnya datang menutut Ilmu di Indonesia dan berkuliah di Universitas Airlangga. Ia memilih program spesialis bedah saraf di Fakultas Kedokteran UNAIR.
“Alasan saya memilih bedah syaraf berasal karena tempat yang sangat membutuhkan ahli bedah saraf. Banyak warga kami memerlukan penanganan medis yang tidak tersedia di sana,” ungkapnya di depan rekan media.
Keputusan untuk meninggalkan keluarga bukanlah hal mudah. Rumah keluarganya di Gaza telah hancur akibat serangan, namun dukungan dari orang-orang terdekat membuatnya tetap teguh. “Mereka bilang, ini pilihan terbaik. Jangan pikirkan kami, yang penting kamu belajar dan bawa ilmu itu pulang,” tuturnya.
Baca Juga: Dari Doktor hingga Spesialis, Kampus UNAIR Siapkan Generasi Emas 2045
Meski menjalani pendidikan secara mandiri di semester awal, Ahmad berharap dapat memperoleh beasiswa dari UNAIR untuk meringankan beban studinya.
Sedangkan Ibrahim yang juga salah satu Mahasiswa yang berasal dari Gaza menceritakan pengalamannya hingga sampai meneruskan jenjang perkuliahan di Paska sarjana Universitas Airlangga.
Ibrahim menempuh pendidikan S1nya lulusan Fakultas Kedokteran di Mesir, sempat bekerja di Gaza, Palestina, hingga belajar di Jerman. Namun hatinya tertambat pada UNAIR.
“Saya dengar UNAIR adalah universitas dengan peringkat tinggi, memiliki tim multidisipliner, dan memberikan kualitas pendidikan yang luar biasa. Ini privilege bagi saya untuk bisa belajar di sini,” kata Ibrahim.
Tujuannya jelas, bukan mencari keuntungan pribadi, melainkan kembali ke Palestina untuk memberikan pelayanan medis yang sangat dibutuhkan masyarakat. Dan Ia menempuh di UNAIR menempuh memilih spesialisasi bedah plastik.
Baca Juga: SEGTA 2025: FTMM Unair Ajak Mahasiswa Internasional Wujudkan SDGs di Gili Iyang
Selain itu Ibrahim juga menceritakan pengalamannya setelah tinggal di Indonesia khususnya Surabaya. Ia merasa meski sama-sama berada di negara mayoritas Muslim, ia merasakan perbedaan budaya yang signifikan.
“Saya mencoba belajar bahasa Indonesia dan sedikit bahasa Jawa. Kadang berbicara dengan penjual, kantin, atau restoran. Bahkan lewat makanan pun saya belajar,” ujarnya sambil tersenyum.
Akan tetapi berbagai macam rintangan yang mental hadapi berkuliah di UNAIR, mereka tetap fokus dengan tujuannya adalah pulang dengan membawa ilmu, keterampilan, dan pengalaman yang dapat mengubah wajah layanan kesehatan di Gaza.
“Ini bukan hanya tentang saya, tapi tentang masyarakat saya. Pendidikan di sini adalah cahaya yang akan saya bawa pulang,” kata Ahmad.
Di tengah hiruk pikuk kampus di Surabaya, semangat mereka menjadi pengingat bahwa pendidikan adalah jembatan antara penderitaan hari ini dan harapan masa depan.
Reporter: Alus


