Macet Abadi Kota Bandung, Pengamat: Tak Akan Hilang Tapi Harus Dikendalikan
BANDUNG, Nawacita – Problema kemacetan di Kota Bandung masih menjadi sorotan di tengah dilema solusi yang tak kunjung datang. Kemacetan seolah sudah menjadi masalah klasik yang selalu dikeluhkan masyarakat Kota Kembang itu. Bahkan, survey Tomtom Traffic Index, menetapkan kota Bandung menjadi kota termacet di Indonesia dan peringkat ke 12 di dunia.
Hal tersebut tentu mendapat sorotan dari banyak pihak. Salah satunya dari Pengamat Transportasi Institut Teknologi Bandung, Sony Sulaksono. Ia menilai, menghilangkan kemacetan Bandung merupakan hal yang mustahil.
Menurutnya, dengan kondisi kemacetan Bandung yang sudah parah ini, pemerintah seharusnya fokus melakukan pengendalian bukan menghilangkan kemacetan.
“Ya, kemacetan itu nggak akan hilang hanya karena penataan angkot. Bahkan di kota besar seperti Singapura, Paris, Korea, tetap saja macet itu ada,” kata dia saat dihubungi pada Jumat (1/8/2025).
Ia menjelaskan, masyarakat dan pemerintah harus mulai mengubah cara pandang terhadap kemacetan dengan menggunakan transportasi alternatif. Hak itu dikarenakan alternatif transportasi dinilai efektif bagi masyarakat agar tetap bisa beraktivitas dengan lancar di tengah kondisi kemacetan.

“Jadi jangan berpikir untuk menghilangkan kemacetan, tapi kendalikan. Maksudnya, meskipun macet, masyarakat harus punya banyak pilihan, bisa jalan kaki, naik sepeda, atau naik transportasi umum yang terintegrasi. Itu yang penting,” jelas dia.
Menurutnya, solusi tunggal seperti hanya menata angkot atau membangun halte saja tidak akan cukup. Diperlukan sistem transportasi yang saling terhubung, nyaman, dan mudah diakses, agar masyarakat mau berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi publik.
Seperti saat pandemi dimana jalan dalam kondisi kosong. Namun kondisi tersebut sebenarnya tidak ideal karena yang harus menjadi prioritas saat ini adalah bagaimana mengatur pilihan transportasi secara rasional.
“Waktu pandemi, jalan memang kosong, tapi kan nggak ideal juga. Jadi sekarang tinggal bagaimana kita mengatur pilihan transportasi yang rasional.” tegas dia.
(Niko)


