Neni Nurhayati sebut Doxing Terhadap Dirinya Muncul saat Dedi Mulyadi Sampaikan Klarifikasi
Bandung, Nawacita – Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) sekaligus aktivis demokrasi, Neni Nur Hayati mengaku bahwa Doxing yang terjadi pada dirinya yang dipicu postingan Diskominfo Jawa Barat muncul ketika Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi menyampaikan klarifikasi soal isu tudingan pemangkasan anggaran media untuk mendanai buzzer.
“Sebetulnya, ini muncul ketika Kang Dedi Mulyadi menyampaikan klarifikasi di media sosial milik Kang Dedi,” kata Neni saat Konferensi Pers di Halaman Gedung Sate Bandung, Senin (21/7/2025) siang.
Neni menuturkan bahwa saat Dedi Mulyadi memposting video klarifikasi soal isu tudingan pemanfaatan anggaran media yang dipangkas untuk membayar buzzer, terdapat narasi yang bertuliskan “Salam buat mbak-mbak berkerudung”. Namun dirinya tidak terlalu menghiraukan hal tersebut mengingat wanita berkerudung bukan hanya dirinya.
“Saya tidak masalah, ya. Karena ketika terakhir ada narasi “salam buat mbak-mbak yang berkerudung”, ya sudah. Saya pikir itu bukan untuk saya. Karena tentu mbak-mbak yang berkerudung banyak dong. Saya juga tidak GR itu disematkan kepada saya,” tutur dia.
Baca Juga: Neni Nur Hayati jadi Korban Doxing Imbas Postingan Diskominfo Jabar, Akun Diretas dan Dapat Ancaman
Namun ketika muncul postingan Diskominfo Jawa Barat itu berisi klarifikasi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi terkait isu pemangkasan anggaran media Pemprov Jabar yang sebelumnya dituding digunakan untuk mendanai buzzer Dedi Mulyadi itu dinilai oleh Neni sebagai bentuk tindakan represif terhadap dirinya.
Hal itu dikarenakan dalam video tersebut juga, tertempel foto Neni Nur Hayati seolah-olah video tersebut merupakan balasan statement Neni. Sontak adanya video yang diunggah Diskominfo Jabar melalui laman instagramnya itu diduga menjadi pemicu Doxing terhadap Neni Nurhayati.
“Tetapi ketika sudah muncul di akun resmi, lima akun resmi, Pemprov Jawa Barat, Diskominfo, kemudian dikolaborasikan dengan empat akun media sosial lainnya, menurut saya, ini sesuatu yang sudah mengarah pada tindakan represif kepada warga negara yang kritis,” beber Neni.
Padahal, lanjut Neni, dirinya tidak pernah secara spesifik menyampaikan terkait anggaran buzzer bahkan video tersebut tidak ditujukan secara khusus untuk Dedi Mulyadi maupun Pemprov Jawa Barat. Menurut Neni, jika memang Pemprov Jawa Barat merasa tersinggung seharusnya Pemprov Jabar bisa membuka data anggaran belanja media yang sudah dirancang.
Baca Juga: Direktur DEEP sekaligus Aktivis Demokrasi Neni Nur Hayati Somasi Diskominfo Jabar, Ada Apa?
“Saya tidak pernah secara spesifik menyampaikan soal anggaran bazar atau lainnya. Sebetulnya, Pemprov Jabar juga bisa membuka data: berapa anggaran belanja media yang sudah dialokasikan per tahun? Itu berapa miliar? Ke media A berapa? Media B berapa? Media C berapa? Kan itu silakan saja dipublikasi, gitu,” papar dia.
Terlebih, statement dirinya dalam video yang diunggah Neni dalam sosial media pribadi miliknya itu Neni hanya meneruskan berbagai informasi yang disampaikan oleh data kompas terkait dengan “Buzzer Mengepung Warga”, “Menelisik Jejak Para Buzzer, dari Kosmetik sampai Politik”, “Buzzer Politik Pemborosan Anggaran dan Alat Propaganda yang Mengancam Demokrasi” serta “Perangkat Teknologi yang Dipakai Buzzer Dijual Bebas”.
“Apakah saya menyampaikan terkait penggunaan buzzer? Iya, karena waktu itu saya upload di TikTok, itu tanggal 5 Mei 2025. Sudah cukup lama sekali. Dan waktu itu, ketika membaca Kompas, Kompas kan dua hari berturut-turut membahas soal pemborosan anggaran negara, dan lain sebagainya, mungkin termasuk di tingkat pusat,” ucap Neni.
“Jadi ini tidak cuma berlaku untuk kepala daerah, tapi juga pejabat publik lainnya. Untuk tidak merusak demokrasi kita dengan cara-cara mengerahkan buzzer, hanya untuk pencitraan. That’s it, that’s my point,” tutup dia.
Reporter: Niko


