Bandung, Nawacita – Saat ini, Kota Bandung masih dalam status darurat sampah.
Wakil Walikota Bandung, Erwin menyebut ada sekitar 136 tempat pembuangan sampah (TPS) liar yang terdapat di pinggir jalan hingga pemukiman warga.
“Kita punya 136 titik kumpul sampah ilegal dan semuanya akan ditutup secara bertahap,” kata Erwin, Jumat (27/6/2025).
Kondisi tersebut diperparah dengan adanya temuan gunungan sampah di dua titik pasar pada satu pekan terakhir. Dua gunungan sampah tersebut ditemukan di Pasar Kosambi dan Pasar Cihaurgeulis.
Gunungan sampah di Pasar Kosambi sendiri menjadi temuan usai viral karena sudah menggunung hingga ketinggian enam meter.
Sementara, temuan gunungan sampah di Pasar Cihaurgeulis viral usai disidak langsung oleh Wakil Walikota Bandung, Erwin pada Senin (23/6/2825).
Lebih parah lagi, gunungan sampah di Pasar Cihaurgeulis tidak diangkut sekitar dua hingga tiga tahun.
Banyaknya gunungan sampah dan TPS liar di Kota Bandung membuat banyak pihak termasuk masyarakat bertanya-tanya mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Kepala Dinas Kebersihan dan Lingkungan Hidup Kota Bandung, Darto menyebut salah satu faktor banyaknya gunungan sampah dan TPS liar tersebut dikarenakan pengurangan ritase pembuangan sampah Kota Bandung ke tempat pembuangan akhir sampah (TPAS) Sarimukti.
Saat ini, jumlah ritase yang diberikan untuk Kota Bandung sendiri hanya 140 ritase. Tetapi, untuk mengangkut seluruh sampah dalam satu hari diperlukan sekitar 170 ritase. Dalam hal ini, Kota Bandung sendiri mengalami defisit sebanyak 30 ritase.
“Ya, benar. Kita saat ini sedang defisit 30 rit truk yang tidak bisa bekerja untuk membuang sampah. 30 rit itu rata-rata setiap trek nya itu adalah 5 sampai 7 ton. Artinya jika kita kalkulasi berarti rata-rata 7 ton dikali 30 rit. Sekitar kurang lebih dari 200 ton sehari sampah yang tidak bisa kita buang,” papar Darto, Rabu (25/6/2025).
Baca Juga: Tumpukan Sampah Pasar Merajalela, Kota Bandung Dinyatakan dalam Status Darurat Sampah
Hal tersebut dinilai menjadi efek domino terhadap TPS di Kota Bandung. Adanya pembatasan ritase membuat pemerintah kota tidak bisa mengangkut semua sampah di setiap TPS dalam satu hari. Sehingga menyebabkan adanya penumpukan sampah dan akhirnya TPS tersebut overload dan ditutup sementara waktu.
‘Pasti selalu ada sampah yang kita hasilkan dari setiap individu. Nah, karena kita memproduksi sampah, terus menerus tanpa henti kemudian kita overload di TPS TPS nya itu,” jelas Darto.
“Nah, kemudian kita membuat aturan tidak boleh lagi dibuang di tempat yang sedang numpuk sampahnya itu. Lalu apakah masyarakat bisa menahan tidak membuang sampah,” tambahnya.
Sementara itu, masyarakat selalu menghasilkan sampah setiap harinya, di mana sampah tersebut sudah tentu harus dibuang. Akhirnya, masyarakat mencari alternatif tempat lain yang dimungkinkan bisa untuk membuang sampah hingga timbulah banyak TPS liar di Kota Bandung.
“Nah, dalam rangka itu masyarakat tentu tetap berusaha membuang. Kalau TPS-TPS yang selama bisa dipakai untuk membuang, kemudian tidak boleh membuang, pertanyaannya bagi masyarakat adalah terus mau dibuang kemana,” kata Darto.
“Nah, karena itu kadang-kadang pasti beberapa oknum yang tidak dapat menahan lebih lama, itu membuang mencari tempat lain yang kira kira dia bisa membuang. Itulah kemudian kita sebut sebagai tempat pembuangan sampah ilegal,” sambung dia.
Sebagai langkah penanganan banyaknya gunungan sampah dan TPS liar yang bermunculan, DLH Kota Bandung sendiri saat ini tengah fokus pada pemusnahan sampah yang dihasilkan dari defisit ritase sebanyak 200 ton.
Hal itu dikarenakan pihaknya tidak bisa membuang semua sampah tersebut ke TPAS Sarimukti. Di mana kondisi TPAS Sarimukti sendiri saat ini sudah overload dan tidak memungkinkan untuk menambah ritase pembuangan dari Kota Bandung.
Selain menggunakan insinerator, pemusnahan sampah tersebut juga difokuskan pada pengolahan berkelanjutan seperti pemusnahan yang kemudian diolah menjadi sesuatu yang lebih ekonomis seperti pengolahan daur ulang sampah RDF.
“Fokus kita sekarang ini bukan teknologi apa yang dipakai. Tapi bagaimana cara memusnahkan dulu lah, mengolah lebih lanjut. Ya, memusnahkan dengan cara mengolah lebih lanjut menjadi produk lain. Jadi apa yang tidak boleh ada sampah, tapi sampah bisa berubah dalam produk lain,” pungkas Darto.
Reporter : Niko


