Guru Besar UNAIR Soroti Danantara: Investor Potensial atau ‘Bancakan’ Politik?
Surabaya, Nawacita.co – Guru Besar Ekonomi, Rahmad Setiawan menyoroti Danantara yang telah diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia (RI) Prabowo Subianto pada Senin (24/2/2025), memiliki harapan dan kekhawatiran.
Menurutnya, memang baik tujuan terbentuknya Danantara ini sebagai Investor yang akan menggerakkan program-program pemerintah berkelanjutan.
“Karena program berkelanjutan, contohnya saja, ketergantungan kita terhadap batu bara berubah menjadi energi surya, itu akan terwujud jika ada dana dari investor” ujar Rahmat (26/2/2025).
“Sayangnya investor swasta tidak berani untuk melakukan transaksi yang hasilnya lama dan memiliki resiko yang tinggi,” tambah Rahmat.
Baca Juga: Profesor UNAIR Ungkap Keajaiban Protein TFA untuk Keberhasilan Inseminasi Buatan
Oleh sebab itu, Rahmat memandang Danantara sebagai mempersatukan para perusahaan BUMN ini sebagai Investor untuk program berkelanjutan di Indonesia. Dan tujuannya baik untuk masyarakat Indonesia dan anak cucu kita dimasa depan.
Namun, terdapat kekhawatiran yang diamati oleh Rahmat adalah komposisi pengawasan Danantara. Dewan Penasihatnya diisi oleh tokoh-tokoh politik berpengaruh, termasuk mantan presiden.
“Hal ini memunculkan pertanyaan: apakah dana investasi ini akan benar-benar dikelola secara profesional atau justru menjadi alat politik?” tanya Rahmat.
Rahmat sebagai pengajar Ekonomi di Fakultas Ilmu Ekonomi di Universitas Airlangga itu menjelaskan, keterlibatan politisi dalam pengelolaan dana publik sering kali meningkatkan risiko penyalahgunaan.
“Jika pengawasan terhadap Danantara lemah, bukan tidak mungkin dana besar ini akan dimanfaatkan untuk kepentingan politik tertentu, terutama menjelang pemilu,” jelasnya.
“Sampai-sampai yang paling mengejutkan kita adalah tokoh agama dan orang asing seperti Mantan Perdana Menteri (PM) Inggris Tony Blair yang ditunjuk sebagai Dewan Danantara,” papar Rahmat.
Baca Juga: 12 Guru Besar Baru UNAIR Siap Berkontribusi untuk Masyarakat Luas
Selain itu Ia juga melihat kejanggalan dalam struktur pengawasannya. Menteri BUMN yang menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas harus mengawasi Menteri Investasi yang menjadi Ketua Badan Pengelola Danantara.
Akhirnya, satu pertanyaan lagi yang timbul dibenaknya. “Apakah pengawasan bisa benar-benar objektif jika menteri mengawasi menteri?” tanya Rahmat lagi saat ditemui oleh tim Nawacita.co di ruang kerjanya.
Rahmat menyoroti Danantara, lembaga investasi negara yang memiliki aset mencapai Rp14.000 triliun tersebut harus dikawal dan dikritisi terkait Danantara agar tidak menjadi ajang bancakan politik. Seperti yang sudah terbukti sebelumnya, tekanan masyarakat sering kali berhasil mencegah keputusan yang berpotensi merugikan negara.
“Meskipun banyak kekhawatiran, publik tetap memiliki harapan agar Danantara bisa dikelola sesuai dengan tujuan awalnya: mengoptimalkan aset negara untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi hingga 8% dan berkontribusi pada pembangunan berkelanjutan.” tutup Rahmat.
Reporter: Alus


