Gorontalo, nawacita – Ada-ada saja rencana DPR RI yang merekomendasikan gandeng perguruan tinggi mengelola izin tambang. Itulah sindiran halus dari para aktivis lingkungan.
Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Gorontalo menilai pemberian izin pengelolaan tambang kepada kampus atau perguruan tinggi melalui Revisi Undang-Undang (RUU) Perubahan Keempat atas Undang-Undang No 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (Minerba) akan membuat ruang hidup masyarakat makin terancam.
Defri Sofyan, Direktur Eksekutif Daerah Walhi Gorontalo memandang, rencana pemberian Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi hanya akan menambah masalah ekologis, yang akan memberikan dampak yang serius bagi rakyat di Provinsi Gorontalo.
“Alih-alih meninjau kembali izin-izin tambang untuk mengatasi ketimpangan penguasaan ruang dan memulihkan kondisi lingkungan hidup, pemerintah justru menambah entitas baru sebagai pengelola pertambangan,” kata Defri Sofyan melalui pernyataan resminya.
Padahal, ancaman terhadap ruang hidup rakyat sudah datang dari berbagai sektor. Di Gorontalo, sekitar 65% wilayah provinsi telah dikuasai oleh korporasi, baik secara langsung maupun tidak langsung, dalam bentuk konsesi pertambangan, perkebunan sawit, HTI, HTE, pembangunan Proyek Strategis Nasional, dan pertanian monokultur jagung.
Walhi Gorontalo mencatat, luas konsesi pertambangan di Provinsi Gorontalo mencapai sekitar 59 ribu hektare, yang dikelola oleh sekitar 70 perusahaan dengan jenis tambang batuan dan mineral logam.
Dari jumlah tersebut, sekitar 58 ribu hektare, atau 98% dari total luas konsesi, dikuasai oleh lima perusahaan tambang mineral logam.
Adapun lima perusahaan tambang itu, yakni PT Gorontalo Minerals 24.995 hektar, PT Gorontalo Sejahtera Mining 14.570 hektar, PT Celebes Bone Mineral 13.195 hektar dan PT Puncak Emas Tani Sejahtera 100 hektar. Ironisnya, semua keberadaan perusahaan tambang ini berada di wilayah hulu.
Jika dikaitkan dengan kondisi topografis Provinsi Gorontalo yang didominasi oleh lereng curam di wilayah hulu, dengan pemukiman yang berada di bagian bawahnya, maka tidak mengherankan jika bencana ekologis berupa banjir dan longsor selalu menjadi langganan setiap tahun di provinsi ini. Semoga saja menteri ESDM Bahlil Lahadalia tidak menyetujui akrobatik bisnis di perguruan tinggi ini. liputan6