Presiden Suriah Bashar al-Assad Digulingkan dan Lari ke Rusia, Berikut Fakta serta Kronologinya
JAKARTA, Nawacita – Presiden Suriah Bashar al-Assad digulingkan dan tumbang. Ini terjadi setelah 11 hari serangan pemberontak berlangsung di negeri itu. Lalu bagaimana kronologi dan penyebabnya? Benarkah ada bantuan Israel?
Bagaimana pula tanggapan sejumlah tokoh dunia termasuk Donald Trump? Bagaimana pula tanggapan Rusia, yang katanya menjadi tempat pelarian Bahar Al-Assad. Berikut fakta terbaru dirangkum media, dari AFP dan Reuters, Senin (9/12/2024).
1.Kronologi dan Penyebab
Pemberontak Suriah yang dipimpin kelompok kelompok Islamis Hayat Tahrir al-Sham (HTS) telah menggulingkan Bashar al-Assad. Ini setelah serangan kilat yang dalam waktu kurang dari dua minggu telah membuat kota-kota besar lepas dari tangan pemerintah, yang berpuncak pada perebutan ibu kota Damaskus oleh pemberontak pada hari Minggu.
Serangan pertama dimulai di Aleppo 27 November. HTS sendiri memang merupakan kelompok yang menguasai sebagian besar wilayah barat laut Idlib dan beberapa bagian dari provinsi tetangga Aleppo, Hama, dan Latakia.
Setelah Aleppo dikuasai, HTS mulai masuk ke Hama di 3 Desember dan menguasai kota itu 5 Desember. Di 7 November pemberontak menguasai kota Homs dan merebut Damaskus 8 Desember.
Aron Lund, seorang peneliti di lembaga pemikir Century International, mengatakan kepada AFP minggu ini bahwa “faktor utama” dalam keberhasilan pemberontak adalah “kelemahan rezim dan berkurangnya bantuan internasional untuk Assad”. Assad sangat bergantung pada dukungan militer, politik, dan diplomatik dari sekutu utama Rusia dan Iran.
“Pekerjaan pemimpin pemberontak Islam (HTS) Abu Mohammed al-Jolani dalam membangun lembaga dan memusatkan sebagian besar pemberontakan di bawah kendalinya sendiri juga merupakan bagian besar dari cerita ini”, tambahnya.
Perlu diketahui perang saudara Suriah dimulai dengan tindakan keras rezim Bashar al-Assad terhadap protes anti pemerintah pada tahun 2011. Garis depan sebagian besar tidak berubah selama empat tahun terakhir, hingga pemberontak melancarkan serangan besar-besaran.
Selain itu, minimnya gaji tentara juga menjadi masalah lain sementara banyak pemuda menghindari wajib militer. Ini membuat mereka setengah hati mendukung Bashar Al-Assad.
“Sejak 2011, tentara Suriah menghadapi pengurangan tenaga kerja, peralatan, dan moral,” kata David Rigoulet-Roze dari Institut Prancis untuk Urusan Internasional dan Strategis merujuk ekonomi Suriah yang carut-marut.
2.Pemimpin Hayat Tahrir al-Sham (HTS) Suriah Buka Suara
Pemimpin pemberontak Suriah Hayat Tahrir al-Sham memuji kemenangan mereka sebagai hal yang bersejarah pada hari Minggu. Ia mengatakan di sebuah masjid bersejarah di Damaskus setelah merebut ibu kota dari kendali pemerintah dalam waktu kurang dari dua minggu.
“Kemenangan ini, saudara-saudaraku, bersejarah bagi kawasan ini,” kata Abu Mohammed al-Jolani, yang sekarang menggunakan nama aslinya Ahmed al-Sharaa, dalam sebuah pidato di Masjid Umayyah.
Baca Juga: Rusia Bantu Suriah Serang Hayat Tahrir al-Sham (HTS), Ternyata Ini Alasannya
“Pengambilalihan oleh pemberontak juga merupakan kemenangan bagi seluruh negara Islam”, dalam pernyataan video yang dibagikan oleh pemberontak di Telegram.
“Hari ini, Suriah sedang dimurnikan… kemenangan ini lahir dari orang-orang yang telah mendekam di penjara, dan para mujahidin (pejuang) telah memutuskan rantai mereka,” tegasnya.

Ditegaskannya bahwa Suriah di bawah Assad telah menjadi tempat bagi “ambisi Iran, tempat sektarianisme merajalela,” mengacu pada sekutu Assad, Iran, dan proksi Lebanonnya, Hizbullah. Saat ia memasuki masjid, kerumunan terlihat menyemangatinya dan meneriakkan dengan kata “Allahu akbar (Tuhan Maha Besar)”, merujuk video yang tersebar secara daring.
HTS sebenarnya berakar pada cabang Al-Qaeda di Suriah, yang memutuskan hubungan dengannya pada tahun 2016.
Dianggap sebagai organisasi teroris oleh pemerintah Barat, HTS telah berupaya melembutkan citranya dalam beberapa tahun terakhir. HTS beraliran Islam Sunni. Sementara Bahar al-Assad adalah kelompok Syiah.
3.Lebih dari 900 Orang Tewas
Sementara itu, lebih dari 900 orang termasuk 138 warga sipil telah tewas sejak pemberontak Suriah melancarkan serangan besar 11 hari lalu, yang berpuncak pada penguasaan mereka atas Damaskus. Syrian Observatory for Human Rights yang berbasis di Inggris mengatakan bahwa data telah terdokumentasi, sejak serangan awal pemberontak pada tanggal 27 November, “910 orang tewas,” tegas lembaga itu.
“Jumlah korban termasuk 138 warga sipil, 380 tentara Suriah dan pejuang sekutu, dan 392 pemberontak,” tambahnya.
4. Bantuan Israel?
Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu pada hari Minggu mengklaim jatuhnya Bashar al-Assad di Suriah sebagai akibat langsung dari tindakan Israel di wilayah tersebut. Berbicara di bawah tekanan domestik yang meningkat atas nasib sandera Israel di Gaza dan pengadilan korupsi, Netanyahu mengatakan kematian Assad adalah akibat langsung dari pukulan yang telah Israel lakukan terhadap Iran dan Hizbullah, pendukung utama Assad.
Netanyahu memang memperingatkan Assad pada tanggal 27 November, hari dimulainya serangan pemberontak Suriah. Ia mengatakan rezim itu telah “bermain api” dengan mendukung Hizbullah dan membantu mentransfer senjata ke Lebanon.
Menurut seorang peneliti di Institut Studi Keamanan Nasional di Tel Aviv, Danny Citrinowicz, meskipun benar Israel membantu memicu berbagai peristiwa di Suriah, pernyataan Netanyahu tak sepenuhnya benar. Jatuhnya Assad merupakan konsekuensi yang tidak diinginkan.
“Jelas bahwa apa yang dilakukan Israel telah menyebabkan hal itu, tetapi saya ragu mereka memiliki strategi untuk melakukannya,” katanya.
“Ia tidak pernah tahu bahwa Jolani bermaksud untuk memulai serangan,” kata Citrinowicz, merujuk pada Abu Mohammed al-Jolani, kepala kelompok pemberontak Islamis yang memimpin serangan di Suriah.
Para analis juga menunjuk Rusia, pendukung militer utama rezim Bashar al-Assad, yang teralihkan oleh Ukraina sebagai faktor yang menyebabkan lain. Ini pun sesuatu yang berada di luar kendali Netanyahu.
“Ini seperti domino… Anda menjatuhkan yang pertama lalu yang kedua jatuh dan seterusnya,” menurut pendapat lain, seorang analis di Meir Amit Center dan mantan perwira intelijen militer, Aviv Oreg, yang melihat memang ada pengaruh Israel.
“Hizbullah memiliki banyak sekali pasukan di Suriah dan sekarang mereka telah pergi atau pindah,” katanya.
Baca Juga: Perang Hamas Vs Israel Kini Meluas ke Suriah
5.Bashar al-Assad Lari ke Rusia
Presiden Suriah yang digulingkan Bashar al-Assad dan keluarganya kini berada di Moskow. Ini dikatakan sumber Kremlin kepada kantor berita Rusia, beberapa jam setelah ia meninggalkan negara itu.
Pengumuman itu juga muncul saat Rusia, sekutu utama Bashar al-Assad, menyerukan pertemuan darurat dewan keamanan PBB mengenai situasi yang berubah cepat di negara yang dilanda perang itu. Seorang pejabat Barat juga mengatakan mereka yakin itu kemungkinan besar terjadi dan tidak punya alasan untuk meragukan klaim Moskow.

“Assad dan anggota keluarganya telah tiba di Moskow,” sumber itu mengatakan kepada kantor berita TASS dan Ria Novosti.
“Rusia memberi mereka suaka atas dasar kemanusiaan,” tambahnya.
Di kesempatan yang sama, sumber Kremlin juga mengatakan pemberontak yang menggulingkan Assad dalam serangan kilat “menjamin keamanan pangkalan militer Rusia dan lembaga diplomatik di wilayah Suriah”. Rusia, pendukung terbesar Assad bersama dengan Iran, memiliki pangkalan angkatan laut di Tartus dan lapangan udara militer di Khmeimim.
Pasukan Moskow terlibat secara militer dalam konflik Suriah pada tahun 2015, memberikan dukungan bagi pasukan Assad untuk menghancurkan oposisi dalam perang saudara berdarah tersebut.
“Rusia selalu mendukung solusi politik untuk krisis Suriah. Titik awal kami adalah perlunya melanjutkan negosiasi di bawah naungan PBB,” tambah sumber Kremlin tersebut.
Seorang perwakilan Rusia untuk PBB mengumumkan bahwa Moskow telah meminta pertemuan darurat tertutup Dewan Keamanan PBB mengenai situasi di Suriah pada Senin sore.
“Konsekuensi (dari peristiwa di Suriah) bagi negara ini dan seluruh wilayah belum terukur,” kata pejabat tersebut di Telegram.
6.Perayaan Kemenangan
Sementara itu ribuan warga Suriah di Turki merayakan jatuhnya penguasa lama Bashar al-Assad dalam suasana gembira pada hari Minggu. Turki telah menjadi rumah bagi jutaan warga Suriah yang melarikan diri sejak perang saudara meletus di negara asal mereka pada tahun 2011.
Di luar Masjid Fatih di pusat Istanbul, misalnya, Mohamad Cuma dan Sawsan al-Ahmad mengatakan “tidak seorang pun menduga” kekalahan Assad. Setidaknya ada 500.000 orang di kota itu berasal dari Suriah.
“Saya tidak menyangka hal itu akan terjadi suatu hari nanti, bahkan dalam tiga abad,” kata Cuma, seorang mahasiswa yang tiba dari kota Aleppo di Suriah utara tiga tahun lalu, dikutip AFP.
“Sungguh luar biasa. Rasanya seperti kami terlahir kembali,” kata al-Ahmad, sambil memegang tangan putranya yang masih kecil.
Ratusan warga Suriah lain juga berkumpul di belakang masjid. Mereka meneriakkan kata-kata seperti “Tuhan Maha Besar” untuk merayakan kemenangan HTS dan faksi-faksi sekutunya merebut sebagian besar wilayah Suriah dari tangan pemerintah al-Assad.
“Jika saya punya kesempatan, saya akan mencekiknya dengan tangan kosong,” teriak Omer Hannas, diiringi suara sepeda motor yang menderu, petasan, dan klakson yang macet di latar belakang.
“Assad-lah yang memaksa kami mengasingkan diri. Namun, ia melarikan diri ke Rusia,” keluh pemuda berusia 19 tahun itu.
“Anak saya menjadi cacat karena Assad,” kata Ibrahim al-Mohamed.
“Jika Tuhan menghendaki, (Assad) akan dipenggal,” tambah seorang warga lain.
Perayaan juga terjadi di Majdal Shams, di Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel. Penduduk turun ke jalan pada hari Minggu untuk merayakan jatuhnya Bashar Al-Assad secara dramatis.
Dengan pengeras suara yang melantunkan lagu-lagu patriotik Suriah, penduduk kota Arab Druze merayakan perubahan politik di seberang perbatasan. Mereka mengatakan bahwa hal itu akan membawa perdamaian ke wilayah tersebut, termasuk dengan Israel.
Dengan pengeras suara yang melantunkan lagu-lagu patriotik Suriah, penduduk kota Arab Druze merayakan perubahan politik di seberang perbatasan. Mereka mengatakan bahwa hal itu akan membawa perdamaian ke wilayah tersebut, termasuk dengan Israel.
Druze adalah minoritas etnoreligius yang sebagian besar tinggal di Lebanon, Suriah, Yordania, Israel, dan Golan yang diduduki. Ada sekitar 150.000 orang Druze yang tinggal di Israel dan Dataran Tinggi Golan yang diduduki, dengan sebagian besar memegang kewarganegaraan Israel dan bertugas di militer.
Namun, mereka yang tinggal di wilayah Dataran Tinggi Golan yang dikuasai Israel-yang direbut dari Suriah dalam Perang Enam Hari tahun 1967 dan kemudian dianeksasi- berbeda pendapat, dengan sebagian besar masih menganggap diri mereka sebagai warga negara Suriah. Selama lebih dari satu dekade, komunitas Druze telah menyaksikan kerusuhan di Suriah, mengkhawatirkan nasib kerabat dan teman dekat.
Situasi di Eropa juga tak berbeda jauh. Ribuan warga Suriah yang gembira berunjuk rasa di Berlin dan kota-kota di seluruh Eropa pada hari Minggu, melambaikan bendera dan nyaris tidak dapat menahan kegembiraan mereka atas jatuhnya Bashar al-Assad.
“Akhirnya kami bebas!” seru Bassam Al-Hamada, 39 tahun, di antara 5.000 orang dalam aksi yang meriah di ibu kota Jerman, tempat lebih dari satu juta warga Suriah menjadikannya diaspora terbesar di Eropa.
Warga Suriah di Athena Yunani, London Inggris, Paris Prancis, hingga Wina Austria, juga mengibarkan bendera berwarna hijau, merah, hitam, dan putih sebagai lambang oposisi Suriah. Selain mengibarkan bendera, mereka membawa spanduk bertuliskan “Bebaskan Suriah” dan “Kebebasan”, mengacungkan “V” sebagai tanda kemenangan, dan meneriakkan “Allahu Akbar”.
cnbnws.


