Surabaya, Nawacita – Berbagai elemen masyarakat lakukan seruan aksi menuntut keadilan bagi Dini Sera Afriyanri. Tuntutan ini terjadi usai terdakwa Gregorius Ronald Tannur divonis bebas.
Kasus yang menjerat putra mantan anggota DPR-RI dari Fraksi PKB, Edward Tannur, ini menjadi perhatian publik, terlebih lagi Pengadilan Negeri Surabaya pada Rabu (24/7/2024) memutuskan terdakwa Ronald Tannur dinyatakan tidak bersalah.
Hakim Erintuah Damanik, serta dua anggotanya Heru Hanindyo dan Mangapul membebaskan terdakwa dari segala dakwaan jaksa penuntut umum, yang menuntut Ronald Tannur dengan hukuman selama 12 tahun penjara serta hakim memerintahkan untuk membebaskan terdakwa segera setelah putusan dibacakan.

Hakim menyatakan Dini tewas bukan karena penganiayaan tetapi karena kandungan alkohol yang ada pada tubuhnya.
Di sisi lain, terdakwa disebutkan tidak memiliki niat membunuh korban, dikarenakan terdakwa sempat membawa korban ke rumah sakit.
Muhammad Sobur, Tim Kuasa Hukum BBH Damar mengungkapkan para peserta aksi menuntut untuk menemui ketua pengadilan karena berharap adanya evaluasi kinerja para hakim.
“Tuntutan hari ini kami ingin langsung bertemu dengan ketua pengadilan karena setiap aksi kesini (Pengadilan Negeri) tidak pernah ditemui, apalagi dengan hasil seperti ini kami ingin pertanggungjawaban serta evaluasi atas hakim-hakim PN Surabaya ini, terutama Erintuah Damanik serta teman-teman yang mengadili kasus Dini.” ujar M.Sobur.

Ia pun menyampaikan bahwa dengan dibebaskannya terdakwa membuktikan keadilan di Surabaya masih tumpul.
“Keadilan sudah mati di Kota Surabaya, seorang anak DPR yang sudah dituntut didakwa tiga pasal berlapis dibebaskan seorang hakim bernama Erintuah Damanik di Pengadilan Negeri Surabaya.” kata M.Sobur.
Pada saat orasi, para peserta aksi pun menyerukan buruknya kinerja hakim karena tidak memperdulikan fakta pengadilan. Para peserta aksi juga menyoroti hukum yang tumpul karena terdakwa adalah anak dari seorang pejabat.
“Karena ini anak penjabat, buat apa ada rekonstruksi dan visum tapi tidak diperhitungkan oleh hakim, malah katanya karena alkohol, padahal fakta persidangan, korban meninggal karena luka robek pada organ hati karena kekerasan benda tumpul. Sehingga terjadi pendarahan hebat. Tapi hakim malah memutuskan bebas dengan alasan saksi tidak ada yang melihat penyebab kematian korban, padahal saksi ini bukan dokter. Pelaku justru dianggap menolong, dan berbagai fakta terbalik itu sangat konyol.”
Pada kesempatan tersebut dilaksanakan aksi pengumpulan uang koin, sebagai simbol ketidakadilan hukum pada kasus tersebut.
“Kami mengindikasi adanya permainan, antara hakim Erintuah Damanik dengan pelaku, jadi kami sebagai warga kecil, mewakili korban kita melakukan penggalangan dana, karena kita tidak punya Dollar dan Riyal, kita punyanya uang koin untuk diserahkan untuk bisa mengubah hati nuraninya seorang hakim.” pungkasnya. (Gio)


