Gairah Kota Lama Surabaya Tercemar Kebisingan Pengendara Motor
Surabaya, Nawacita – – Kota Lama Surabaya menjadi destinasi favorit sejak diresmikan oleh Walikota pada 3 Juli 2024. Kawasan ini terus dipadati pengunjung, terutama di akhir pekan, menunjukkan keberhasilan revitalisasi yang tercermin pada lalu lintas di jalan arteri Rajawali dan Jembatan Merah.
Namun, suasana berbeda terlihat di Jalan Mliwis, sebuah jalan sempit yang dikelilingi tembok rustic dan gedung antik. Jalan ini ideal untuk pejalan kaki yang ingin menikmati eksotika tanpa gangguan lalu lintas kendaraan bermotor, kecuali kendaraan dari gedung seperti Bank Prima dan PTPN X. Jalan Mliwis menampilkan suasana apik dengan perpaduan pejalan kaki, mobil antik, Jeep, dan becak, terutama saat matahari terbenam.
Ironisnya, kenyamanan ini sering terganggu oleh mobil modern yang merusak pemandangan klasik dan membahayakan pejalan kaki. Meskipun ada larangan bagi mobil box, mobil modern masih bebas masuk, mengganggu keselamatan pejalan kaki. Lebih parah lagi, saat malam tiba, puluhan komunitas motor memenuhi gang tersebut.
Mereka biasa datang di atas jam 11 hingga pukul 3 pagi. Ricky, Ketua RT setempat, mengungkapkan keresahannya, “Tidak cukup ada petugas patroli. Tapi perlu ada pos bagi petugas di tempat ini. Petugas jangan saja ngepos di Taman Sejarah. Tapi juga di Jalan Mliwis karena jalan ini sudah menjadi pangkalan geng motor.”
Baca Juga : Wakil Ketua DPRD Surabaya Dukung Program UHC
Kebisingan semakin parah saat komunitas-komunitas tersebut ‘ngetes’ knalpot brong mereka dari ujung ke ujung jalan Mliwis, membuat warga setempat ketakutan dan merasa tidak nyaman.
Wakil Ketua DPRD Surabaya, AH Thony, menekankan perlunya perhatian serius dari pemerintah terhadap masalah keamanan di Jalan Mliwis. “Di permukaan nampak baik-baik saja, tapi juga ada sisi kenyamanan dan keamanan yang harus dijaga,” ucap politisi senior Senin (15/7/2024).

“Hanya saja secara sosiologis, ketika muncul karakter perilaku kelompok, muncul nyali melakukan hal-hal yang mereka suka tadi, yang biasanya bertentangan dengan norma-norma di masyarakat, seperti membunyikan kendaraan dengan keras dan menggaung di gang-gang sempit di malam hari,” terangnya.
Untuk pencegahan, Thony berpendapat bahwa pemasangan barier tidaklah solutif. “Pemerintah harus kembali memberikan edukasi cara menikmati pembangunan dengan etika saling menjaga,” kata Thony, tokoh pergerakan, politik sekaligus budayawan kota Surabaya ini. “Mereka puas dengan suara kendaraannya, tapi ada pihak yang terganggu. Bisa dikendalikan dengan budaya tepo seliro,” pesannya.
Baca Juga : Wakil Ketua DPRD Surabaya Serahkan Bantuan Untuk Korban Kebakaran
Namun, alumnus Fisip UGM ’94 ini juga menekankan perlunya penjagaan aktif oleh satpol PP bekerjasama dengan kepolisian, khususnya pada malam hari. “Patroli saja tidak cukup, kalau bisa aktifkan penjagaan dan CCTV, sekaligus terapkan e-tilang bagi yang dirasa melanggar,” ungkap Thony.
Untuk mobil-mobil yang melintas pada jam padat, Thony meminta agar dinas perhubungan segera mencarikan solusi.
Dengan pendekatan yang tepat dan partisipasi aktif dari berbagai pihak, diharapkan Jalan Mliwis dapat kembali menjadi tempat yang nyaman dan aman bagi pejalan kaki dan pengunjung Kota Lama Surabaya.


