Thursday, December 25, 2025
HomeBUMNKetua KPPU: Jargas Solusi Pengganti Subsidi LPG Rp 830 Triliun

Ketua KPPU: Jargas Solusi Pengganti Subsidi LPG Rp 830 Triliun

Ketua KPPU: Jargas Solusi Pengganti Subsidi LPG Rp 830 Triliun

Jakarta, Nawacita –  (08/07) – Ketua KPPU, M. Fanshurullah Asa, menyatakan bahwa jaringan gas kota (jargas) adalah solusi terbaik untuk menggantikan subsidi dan biaya distribusi LPG, yang mencapai Rp 830 triliun. Menurut KPPU, kebijakan saat ini tidak efektif dalam mengimplementasikan jargas, sehingga subsidi LPG akan terus membebani anggaran pemerintah.

Untuk itu, Ketua KPPU akan mengusulkan agar pemerintahan baru berani mengalihkan subsidi gas LPG 3Kg ke pembangunan jaringan gas kota (jargas), untuk menghemat anggaran. Secara bertahap, alokasi subsidi akan dikurangi di wilayah yang sudah memiliki jargas. Pernyataan ini disampaikan dalam diskusi media terkait Kinerja 100 Hari Anggota KPPU Periode 2024-2029 pada 3 Juli 2024.

“Dibutuhkan kepemimpinan yang kuat dan berani dalam mengambil langkah strategis untuk mengganti subsidi gas LPG menjadi perluasan jaringan gas kota demi menghemat APBN, karena penggunaan subsidi saat ini tidak tepat sasaran”, tegas Ifan, panggilan akrab Ketua KPPU.

- Advertisement -

Pengembangan jaringan gas (jargas) termasuk dalam Program Strategis Nasional (PSN) berdasarkan Peraturan Presiden No. 56 Tahun 2018 dan masuk dalam RPJMN 2020-2024 dengan target 4 juta sambungan rumah (SR) pada tahun 2024. Namun, realisasi jargas hanya mencapai 20% dari target APBN. Salah satu penyebabnya adalah kebijakan monopoli oleh PT. Pertamina Gas Negara, Tbk. yang tidak melibatkan BUMD dan swasta dalam investasi jargas kota.

Baca Juga : KPPU: Shopee dan Shopee Express Tandatangani Pakta Integritas Perubahan Perilaku

Keterbatasan jaringan pipa gas menyebabkan ketergantungan konsumen pada LPG, khususnya kemasan 3 kg. Konsumsi LPG 3 kg meningkat dari 6,8 juta MT pada 2019 menjadi 8,07 juta MT pada 2023, tumbuh rata-rata 3,3% per tahun. Sementara itu, konsumsi LPG non-subsidi stagnan dan cenderung menurun, menunjukkan peralihan ke LPG bersubsidi. Biaya subsidi LPG 3 kg juga meningkat, dari Rp 54,1 triliun pada 2019 menjadi Rp 117,8 triliun pada 2023, dengan rata-rata pertumbuhan 16% per tahun. Pada 2023, alokasi subsidi LPG mencapai Rp 87,5 triliun, sehingga total subsidi sejak 2019 mencapai Rp 460,8 triliun.

Mayoritas LPG diimpor, dengan total nilai impor mencapai Rp 288 triliun selama periode 2019-2023. Rasio biaya impor LPG mencapai 77% dari total subsidi LPG yang berjumlah Rp 373 triliun pada periode yang sama. Jika ditambah subsidi tahun ini, total biaya subsidi dan impor mencapai Rp 833,8 triliun.

Jumlah ini sangat signifikan karena mencerminkan hilangnya devisa dan kesempatan untuk pembangunan jargas kota. Tanpa perubahan kebijakan signifikan, subsidi LPG akan terus membebani anggaran pemerintah. Jika 50% dari dana subsidi LPG digunakan untuk pembangunan jargas kota, dengan asumsi biaya per sambungan rumah (SR) Rp 10 juta, maka bisa dibangun 23 juta SR dalam 5 tahun. Ini akan melebihi target RPJMN dan mengurangi impor LPG serta menghemat devisa negara.

Ketua KPPU mengusulkan agar skema jaringan gas (jargas) dikembalikan ke skema APBN yang pernah dilaksanakan sejak 2011-2019 dan berhasil mencapai sekitar 600 ribu sambungan rumah (SR). Ia juga menyarankan untuk menghentikan penggunaan APBN dalam pembangunan pipa transmisi yang tidak ekonomis dari sisi permintaan, seperti Cisem, Dumai-Semangke, atau ruas lainnya.

Baca Juga : KPPU Dorong Transparansi dan Pencegahan Pelanggaran Persaingan di Pelabuhan Batam

“Ruas-ruas ini berdekatan dengan kawasan industri seperti Kawasan Industri Kendal, Batang, Balongan, dan Kilang Patimban, sehingga dipastikan akan menarik banyak minat investasi dari BUMN, BUMD, atau swasta untuk pembiayaannya. Dengan demikian, APBN dapat digunakan untuk proyek strategis nasional yang lebih tepat guna mewujudkan energi berkeadilan, ” jelas Ifan.

Untuk mendukung adopsi penggunaan jargas, diperlukan kebijakan alokasi gas yang transparan dari hulu hingga distribusi oleh Kementerian ESDM. Kebijakan transparan akan mengurangi risiko ketidakpastian pasokan bagi pelaku usaha niaga gas dan mempercepat pengembangan sektor hilir migas. Selain itu, penyeimbangan harga jual jargas untuk rumah tangga dan industri kecil komersial dengan harga gas hulu diperlukan agar menarik minat investasi dari badan usaha swasta dan BUMD.

Minat investasi ini perlu ditingkatkan di daerah untuk mengembangkan jaringan retail gas yang terhubung dengan jaringan distribusi yang sudah berjalan dengan skema open access yang transparan dan non-diskriminatif, diatur oleh BPH Migas. Pemerintah juga perlu mempertimbangkan insentif fiskal bagi badan usaha yang ingin mengembangkan jaringan pipa gas ke konsumen, dengan memberikan prioritas kepada badan usaha niaga gas dan LPG yang sudah ada.

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru