Wednesday, December 24, 2025
HomeDAERAHPijar Jatim dan BKKBN Jatim Gelar Dialog Akademisi Bahas Pernikahan Anak dan...

Pijar Jatim dan BKKBN Jatim Gelar Dialog Akademisi Bahas Pernikahan Anak dan Stunting

Sidoarjo, Nawacita – Menggelar kegiatan Pijar Jatim Goes to Campus dengan tema dialog akademisi tentang pergaulan remaja. Diusung oleh Kelompok Kerja Insan Jurnalistik keluarga berencana (Pijar) Jatim bersama BKKBN Provinsi Jawa Timur.

Para rekan wartawan Pijar Jatim melihat fenomena tentang angka dispensasi nikah di Provinsi Jawa Timur masih menjadi pekerjaan rumah bagi BKKBN Provinsi Jawa Timur. Berdasarkan data Kependudukan 2023, tingginya angka pernikahan anak relevan dengan tingginya angka perceraian.

“Kegiatan ini sangat luar biasa. Teman-teman media bersama akademisi memiliki kepedulian yang tinggi akan tercapainya Program Bangga Kencana dan Percepatan Penurunan Stungting (PSS) dan pernikahan anak di Jatim. Harapan saya dengan selesainya kegiatan ini, setiap mahasiswa akan memiliki pemahaman terkait stunting dan pernikahan anak dan bisa memberikan sharing kepada media sosial nya masing-masing, “ungkap Kepala Perwakilan BKKBN Provinsi Jawa Timur, Dra.Maria Ernawati, MM (2/7/2024).

- Advertisement -

Wanita yang disapa Erna tersebut menambahkan tentang kegiatan yang telah digelar di Aula Gedung Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah Sidoarjo. Bahwa kegiatan tersebut merupakan dalam rangkaian Hari Keluarga Nasional (Harganas) ke-31 di Tahun 2024.

Pernikahan anak di Jatim, ungkap Erna masih tinggi. Berdasarkan data Kependudukan 2023, ada 61 persen dispensasi nikah karena untuk menghindari zina, sedang 21 persen permohonan dispensasi nikah karena hamil. Sedang karena alasan budaya, yaitu budaya menikahkan anak hampir 10 persen, pergaulan bebas 7 persen.

” Sedang permohonan diska karena faktor ekonomi hanya satu (1) persen saja. Dari diska yang ada hampir 80 persen bercerai. Lucunya lagi penyebab perceraian yang pertama adalah perselisihan yang terus menerus atau toxic relationship. Iya jelas karena belum matang secara mental dan faktor yang kedua adalah ekonomi. Tadi waktu mau menikah bukan alasan ekonomi tapi saat bercerai 46 persen adalah faktor ekonomi, “terangnya.

Sambung Erna, secara ekonomi harus diperkuatkan untuk menciptakan keluarga yang sejahtera. Dan hanya 4 persen karena ditinggalkan pasangan. Sebagai kaum akademisi kota ingin merupakan status negara Indonesia pada 100 tahun lebih tepatnya 100 tahun pada 2045 mendatang. Dari negara berkembang menjadi negara maju. (Al)

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru