Catatan : Riko Abdiono
Nawacita – Urusan Pemilihan Umum di Indonesia tentu tidak lepas dari hak Memilih dan dipilih. Aturannya pun sudah jelas baik di dalam Negeri maupun luar Negeri. Kalau ada yang belum tahu, ayo membaca lagi.
Coba saya jelaskan soal hak istimewa yang sangat konstitusional ini. Pada tingkat undang-undang, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia mengatur hak pilih dalam Pasal 43 yang menentukan bahwa:
“Setiap warga negara berhak untuk dipilih dan memilih dalam pemilihan umum berdasarkan persamaan hak melalui pemungutan suara yang langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”
Hak pilih juga tercantum dalam International Covenant on Civil and Political Rights (ICCPR) yang telah diratifikasi Indonesia dengan UU No. 12 Tahun 2005 tentang Pengesahan International Covenant on Civil and Political Rights (Kovenan Internasional Tentang Hak-Hak Sipil Dan Politik) pada Pasal 25.
Selama ini, kita semua selalu menggaungkan hak memilih. Sedangkan hak untuk dipilih hanya digaungkan oleh para kandidat saja. Entah itu kandidat Calon Kepala desa, Calon Walikota, Calon Bupati, Calon Gubernur sampai Calon Presiden.
Padahal, Rakyat biasa pun, punya hak yang sama. Hak untuk dipilih. Makanya dalam berbagai macam diskusi maupun perdebatan, seharusnya tidak ada batasan apapun dalam menghormati hak dipilih setiap warga negara. Namun yang boleh adalah memberlakukan aturan persyaratan bagi para calon kandidat.
Memilih Pemimpin, sama halnya dengan memilih imam dalam sholat di agama Islam. Salah satunya setiap laki-laki yang boleh menjadi Imam Sholat adalah sudah akil baligh. Berapa usianya? Ada syarat dan tanda-tanda dia sudah baligh atau belum.
Nah, berkaca pada situasi sekarang ini, ada Gugatan tentang batas usia Calon Presiden ke Mahkamah Konstitusi yang dilayangkan Partai Solidaritas Indonesia (PSI), Partai Garuda dan lima kepala daerah. Para Kepala Daerah itu Antara lain, Erman Safar (Wali Kota Bukittinggi Periode 2021-2024), Pandu Kesuma Dewangsa (Wakil Bupati Lampung Selatan Periode 2021-2026), Emil Elestianto Dardak (Wakil Gubernur Jawa Timur Periode 2019-2024), Ahmad Muhdlor (Bupati Sidoarjo Periode 2021-2026) dan Muhammad Albarraa atau Gus Bara (Wakil Bupati Mojokerto Periode 2021-2026).
Bahkan tercatat dalam daftar gugatan yang masuk untuk perkara yang hampir sama ini, ada 9 kelompok pemohon. Jadi ini bukan kebetulan, tapi memang sebenarnya adalah kebutuhan penting untuk masa depan bangsa Indonesia. Jika berkaca pada sejarah kerajaan Majapahit, Hayam Wuruk didapuk menjadi Raja pada usia 16 Tahun dan di masa itulah Kerajaan Majapahit menjadi besar dan menguasai hampir separuh Dunia.
Kalau kita cerdas, sekali lagi, kalau kita cerdas, maka permohonan gugatan kepada MK itu sangat wajar. Karena hak dipilih dan memilih Sudah diatur dengan jelas sebagai Hak Asasi Manusia dimanapun berada. Maka, sebagai warga negara yang cerdas dan berpendidikan, kaca mata pemahaman haruslah dari sisi yang benar.
Perkara kemudian hari, gugatan tersebut berimplikasi menguntungkan orang-orang tertentu, mari kita pandang sebagai keberuntungan. Hampir sama sebenarnya, ketika ada gugatan tentang suara terbanyak dalam pemilu legislatif tahun 2009 lalu. Sebagian merugikan, sebagian besar lagi menguntungkan. Karena yang awalnya tidak memiliki kesempatan menjadi punya peluang yang sama untuk menjadi anggota legislatif.
Namun melihat arah dan opini di sejumlah platform media sosial maupun media online, TV dan Cetak yang mengarahkan moncong kepada sosok Gibran Rakabuming Raka, ini tentu buah dari keberuntungan tadi. Gibran diuntungkan atas Goro-Goro gugatan batas usia Capres ke MK ini.
Karena secara akal Sehat, kalau kita rajin membaca dari 9 Kelompok gugatan tersebut, tidak ada satupun yang menyebut nama Gibran. Selain itu, tidak semua menggugat agar batas usia adalah 35 Tahun sesuai umur si Anak Sulung Presiden Joko Widodo ini.
Ada 2 Kelompok penggugat yang memohon agar batas usia calon presiden minimal 21 Tahun. Salah satunya dalam perkara nomor 93/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Guy Rangga Boro sebagai pemohon. Lalu, Leonardo Sitorus sebagai kuasa hukum. Gugatan diterima MK pada 7 Agustus dan diregistrasi pada 16 Agustus 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 21 tahun.

Kemudian ada pula Kelompok yang menggugat agar batas usia calon Presiden minimal 25 Tahun. Salah satunya dalam perkara. nomor 96/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Riko Andi Sinaga sebagai pemohon. Lalu, Purgatorio Siahaan sebagai kuasa hukum. Gugatan diterima MK pada 7 Agustus dan diregistrasi pada 21 Agustus 2023. Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 25 tahun.
Dan ada pula Pemohon ingin MK mengubah batas usia minimal capres-cawapres menjadi 40 tahun atau memiliki pengalaman sebagai penyelenggara negara.
Nah, para pemohon itu apakah identik dengan Gibran Rakabuming Raka yang kini menjabat Walikota Surakarta itu? Jawabanya tentu tidak. Hanya kebetulan saja. Gibran adalah salah satu anak muda, Kepala daerah yang sering disebut. Diduga memiliki kans besar Karena anak Presiden.
Sejatinya, Kepala daerah lainnya yang berusia sangat muda juga punya kesempatan sama. Ketika MK mengubah aturan batas usia capres tidak lagi 40 tahun. Misalnya Mochamad Nur Arifin Bupati Trengalek Jawa Timur yang berusia 33 tahun. Lalu ada juga Hanindhito Himawan Pramana Bupati Kediri yang usianya masih 31 Tahun.
Maka sambil menunggu apa keputusan MK tentang batas usia calon presiden hari Senin 16 Oktober 2023 ini, mari kita renungkan bersama seperti apa gain effect nya. Kalau merugikan Rakyat, pastilah MK akan menolak seluruh gugatan tersebut. Namun kalau ini adalah tonggak awal dari keterbukaan peluang bagi para generasi bangsa untuk sama-sama bisa menjadi Pemimpin Indonesia, MK tentu akan mengabulkan gugatan tersebut dengan hati nurani yang tinggi.
Sekarang Pertanyaannya adalah, apakah Gibran mau? Kalau Gibran menolak untuk dijadikan kandidat capres atau cawapres, tentu opini yang bertebaran itu bagai menelan ludah sendiri. Karena terlalu menghakimi. Disisi lain, nama Gibran yang sebetulnya hanya pantas maju lagi periode kedua Walikota Solo, atau maksimal Calon Gubernur Jawa Tengah, kini namanya jadi meroket ke urusan Pilpres. Gara-gara Siapa?
Disinilah Rakyat senang. Karena merasa ada saluran dan keterwakilan yang menyenangkan. Karena politik pun harus dibuat Riang gembira karena Rakyatnya senang bagai dalam pesta. Tidak perlu ada kegaduhan usai gugatan ini diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi.
Salam Anak Muda!


