Banda Aceh, Nawacita | Semenjak Undan-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) No.11 tahun 2006 diterapkan, UU tersebut jadi gagasan utama Aceh untuk bangun kembali kesepakatan politik sebagai cerminan Nota Kesepahaman (MoU) Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yang ditandatangani tanggal 15 Agustus 2005.
Beragam tantangan dan peluang implementasi berbagai kekhususan Aceh yang diatur dalam UUPA dinilai belum mewujudkan kesejahteraan dan masih ada beberapa masalah yang ditemukan Komite I DPD RI, antara lain, perekonomian sangat bergantung pada APBN.
Hal itu dibahas oleh Tim Ahli RUU Perubahan UUPA Komite I DPD RI Prof Djohermansyah Djohan dalam rangka penyiapan Naskah Akademik dan RUU perubahan UUPA yang diselenggarakan pada Universitas Syiah Kuala (USK), sementara Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniry juga menggelar hal serupa. Rabu (9/3/2022).
Diskusi tersebut bertujuan membangun sinergi antara komite I DPD RI dengan berbagai kalangan untk mempersiapkan usulan RUU perubahan UUPA tersebut.
Djoehermansyah mengatakan pemerintah pusat bersama Pemda Aceh merevisi UUPA dengan memperhatikan putusan MK, kemajuan TI, dinamika masyarakat. Diantaranya terkait dengan berlangsungnya Pilkada serta pengaturan kewenangan pada beberapa sektor yaitu kelautan, perdagangan dan investasi, kehutanan, pertambangan, pendidikan serta kesehatan.
“ ini juga berhubungan dengan pengelolaan Dana Otonomi Khusus Aceh (DOKA), tata kelola ekonomi dan mengoptimalkan Syariat Islam untuk terwujudnya ketertiban masyarakat,”ujarnya.
Ia juga menjelaskan perlu adanya penyesuaian sejumlah ketentuan dengan peraturan UU dan putusan MK, terutama terkait dengan penggunaan nomenklatur tertentu.
Diskusi tersebut menghadirkan beberapa narasumber dan pakar yaitu Dekan Hukum USK, Dr M Gausyah SH, MH, Pakar Ekonomi USK Dr Amri SE, M.Si, Serta Kepala Biro Hukum Setda Dr Amrizal J Prang.
Prof Djoe juga menyatakan hakikat otonomi daerah untuk mengatur daerah dan diri sendiri sesuai dengan karakteristik daerahnya.
Melalui Surat Nomor 188/22251 Tanggal 24 Desember 2021, perihal perubahan UU Nomor 11 Tahun 2006, gubernur Aceh hanya meminta perubahan atas dana otsus menjadi 2 persen tanpa batas waktu.
“UU Nomor 2 Tahun 2021 yang disahkan, Papua telah mendapat tambahan dana otsus dari 2 persen menjadi 2,5 persen,” ucapnya.
Dalam belangsungnya diskusi tersebut, Dekan Fakultas Hukum USK M Gaussyah mengatakan banyak Isu strategis dalam implementasi UUPA, misalnya Politik/Pilkada, Kelembagaan, Penguatan wewenang Walinanggroe.
Pada kesempatan itu, Pakar Ekonomi USK Dr Amri juga mengatakan jika revisi UUPA tidak segera dilakukan maka Aceh akan mendapat 1% dana DOKA pada tahun 2023. Ini bermakna APBA 2023 tinggal setengah dari sekarang.
“Kita berharap Dana DOKA tetap diperoleh 2% untuk selamanya.atau bahkan bisa lebih misalnya 2,25% dari DAUN (Dana Alokasi Umum Nasional),”ungkapnya.
Karena itu, Ia menyarankan pemda Aceh dan DPRA perlu membuka komuikasi dan loby ke Pemerintah pusat agar ada perhatian penuh untuk Aceh.
“Tanpa Komusikasi dan loby politik ke jakarta secara intens maka dana DOKA akan berkurang drastis pada tahun 2023,” demikian Amri.
umr.


