Wednesday, December 24, 2025
HomeSENAYANAnalisa DPR Tentang Bisnis PCR yang Menggiurkan

Analisa DPR Tentang Bisnis PCR yang Menggiurkan

Jakarta, Nawacita – Pemerintah mengeluarkan kebijakan baru yaitu tes polymerase chain reaction (PCR) sebagai syarat wajib untuk semua moda transportasi. Kebijakan tersebut akan diberlakukan untuk mengantisipasi mobilitas masyarakat saat libur akhir tahun.

Menanggapi hal itu, Anggota Komisi VIII DPR RI Bukhori menduga kebijakan yang dikeluarkan pemerintah ada indikasi persaingan bisnis.

Menurutnya hal itu terlihat dari menjamurnya penyedia layanan tes PCR di sejumlah tempat dengan menawarkan harga berlapis, tergantung pada kecepatan hasil tes. 

- Advertisement -

Bahkan, kata Bukhori, para pebisnis tes PCR telah melanggar ketentuan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Kesehatan, yakni Rp495 ribu (Pulau Jawa dan Bali) dan Rp525 ribu (luar Pulau Jawa dan Bali) dengan dalih ‘PCR ekspres’.

“Harga yang ditawarkan mulai dari Rp650 ribu, Rp750 ribu, Rp900 ribu, hingga Rp1,5 juta,” kata Bukhori, kepada wartawan, di Komplek Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (28/10/2021).

Lebih lanjut, Bukhori menjelaskan, sejak bulan Maret 2020 pemerintah juga telah memberikan insentif fiskal untuk importasi jenis barang berupa alat kesehatan untuk penanganan pandemi.

Adapun jenis barang yang terkait dengan mekanisme tes PCR yang memperoleh insentif  adalah PCR Test Reagent, Swab, Virus Transfer Media, dan In Vitro Diagnostic Equipment.

Anggota Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (F-PKS) DPR RI itu menyebut, untuk PCR test reagent sendiri, total fasilitas pembebasan Bea Masuk (BM) dan Pajak Dalam Rangka Impor (PDRI) yang telah diberikan untuk periode 1 Januari hingga 14 Agustus 2021 sebesar Rp366,76 miliar.

“Uang Rp366,76 miliar itu terdiri atas fasilitas fiskal berupa pembebasan BM sebesar Rp107 miliar, PPN tidak dipungut sebesar Rp193 miliar, dan PPh Pasal 22 dibebaskan dari pungutan sebesar Rp66 miliar,” ujar Bukhori.

Sedangkan, realisasi pemberian fasilitas periode tahun 2021 sampai dengan bulan Juli, total nilai insentif fiskal yang telah diberikan sebesar Rp799 miliar dari nilai impor barang sebesar Rp4 triliun.

“Bisnis tes PCR ini terbukti sangat menggiurkan. Pasarnya selalu ada selama pandemi dan pengadaan impor barangnya didukung oleh insentif pemerintah. Data menunjukan, kelompok korporasi non-pemerintah memegang 77,16 persen aktivitas importasi alat kesehatan untuk penanganan pandemi di Tanah Air. Sedangkan, pemerintah hanya memegang 16,67 persen dari keseluruhan aktivitas impor alat kesehatan untuk penanganan Covid-19,” ucap legislator daerah pemilihan (dapil) Jawa Tengah I itu.

Bukhori mencatat, dalam laporan yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW) terjadi perputaran uang dari bisnis tes PCR sejak Bulan Oktober 2020 sampai Bulan Agustus 2021 diperkirakan mencapai Rp23,2 triliun. Dari nilai tersebut, ICW menyebut pengusaha layanan tes PCR bisa meraih untung hingga Rp10,46 triliun.

Penghitungan ICW ini didasarkan pada dimulainya pemberlakuan tarif tes PCR tertinggi sebesar Rp900 ribu pada Oktober 2020 sampai diberlakukannya tarif baru Rp495-525 ribu pada Agustus 2021.

Penulis: Alma Fikhasari

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru