Nawacita – Muncul beberapa kejutan,ketika Menteri Keuangan RI melakukan _presscon_ pada hari ini, 18 Mei 2020 tentang Program pemulihan Ekonomi Nasional, salah satunya tentang angka defisit APBN 2020.
Menteri Keuangan menyampaikan bahwa defisit neraca keuangan dalam struktur APBN 2020 sebesar Rp. 1.028,5 Trilyun, atau setara 6,27% dari PDB.
Melonjak cukup signifikan dari desain awal pemerintah yang sebelumnya dipaparkan di DPR RI.
Kalau mengacu pada Perpres No. 54 tahun 2020 tentang Perubahan Postur dan Rincian APBN TA 2020, besaran defisitnya sebesar Rp. 852,9 trilyun atau setara dengan 5,07% dari PDB.
Perubahan defisit dalam postur APBN oleh pemerintah ini, tentunya karena pemerintah bisa mengeksploitasi kewenangan yang diberikan sesuai dengan Perppu Nomor 1 tahun 2020 yang diketok palu dan disetujui oleh DPR RI pada tanggal 12 Mei 2020, dimana pemerintah mempunyai kewenangan mendesain APBN defisit selama tiga tahun ke depan, di atas 3%, sesuai dengan kebutuhan, tanpa persetujuan DPR.
Dalam konteks perubahan-perubahan angka defisit, bukan tentang salah dan benar yang menjadi polemik, karena kita seluruh rakyat Indonesia (melalui perwakilan di DPR RI) *memberikan kewenangan penuh, ibaratnya memberikan gembok dan kuncinya, kepada Pemerintah.
Untuk selanjutnya, yang perlu kita kritisi dan cermati secara konstruktif adalah konteks kredibilitas dan akuntabilitas.
Kredibilitas adalah kualitas dan kapabilitas untuk bisa dipercaya, yang memerlukan alat ukur. Sayangnya, dalam hitungan hari, pemerintah merevisi sendiri postur dan kedalaman tingkat hutangnya ketika dibandingkan dengan Perpres No. 54 Tahun 2020. Perbedaan selisih Rp. 175,6 Trilyun atau setara dengan defisit tambahan 1,2% PDB adalah angka yang cukup signifikan. Apa jaminan dalam beberapa saat ke depan tidak ada perubahan struktur defisitnya lagi? Ketidakberhasilan mengukur secara presisi struktur defisit APBN, akan menjadi tanda tanya atas kredibilitas dalam melakukan proyeksi ekonomi dan desain struktur APBN.
Dari sisi akuntabilitas, pertanggungjawaban atas keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan APBN ini harus dilaksanakan oleh pemerintah kepada rakyat. Secara filosofis, rakyat, sebagai pembayar pajak, yang akan mengukur tingkat akuntabilitas pemerintah. Ini adalah bentuk akuntabilitas vertikal, dari pemerintah untuk rakyatnya.
Sampai akhir tahun ini, rakyat akan melihat, seberapa kredibel dan seberapa akuntabel pemerintah dalam mengelola APBN, setelah dipersenjatai dengan Perppu Nomor 1 tahun 2020.
Penulis : Ajib|Hipmi


