Surabaya, Nawacita – Lanjutan dari panitia khusus (Pansus) mengenai usaha mikro kecil menengah (UMKM) terus bergulir. Rapat yang dilakukan melalui teleconfrence ini, dewan meminta Pemerintah Kota Surabaya (Pemkot) untuk merubah pandangannya terkait UMKM.
Tjutjuk Supariono anggota Komisi D DPRD Surabaya, meminta agar pelaku usaha kreatif juga dimasukan sebagai UMKM. Ia beralasan bahwa ada banyak pelaku usaha kreatif yang bisa tergolong sebagai UMKM.
“Menurut kami UMKM adalah usaha bermodal dibawah 50 juta. Sesuai Perda (Peraturan Daerah) yang lama,” ujarnya saat ditemui di gedung DPRD Surabaya pada Senin 27 April 2020.
Menurut politisi PSI ini, ada banyak pelaku usaha kreatif yang bisa digolongkan sebagai UMKM. Yakni Blogger, Event Orgoniser (EO), sampai dropshipper dan reseller.
“Sebelum Perda UMKM tahun 2014 kan belum ada namanya dropshiper dan reseller. Jadi fraksi PSI sendiri ingin sesuatu yang ada untuk mewadahi usaha kreatif. Ndak harus melulu kita membahas jualan gorengan. Kita ambil contoh EO ulang tahun kan murah, engga sampai 50 juta modalnya,” terangnya.
Laki-laki yang akrab disapa Tjutjuk ini melanjutkan, bahwa potensi usaha kreatif juga memiliki peluang yang baik. Apalagi di era serba praktis seperti ini. Walaupun demikian, Ia juga mengingatkan agar pelaku usaha lainnya juga diperhatikan serta dibina.
“Misalnya kita tidak bina tukang jahit saja. Tapi kita bina 10 tukang jahit, lalu kita bina juga 10 anak bloger,” ujarnya.
Sementara itu, Badru Tamam Anggota Komisi D dari Fraksi PKB menyebutkan ada 3 hal yang harus dilihat dalam pengembangan UMKM. Salah satunya pemasaran.
“UMKM itu keinginan dari pemerintah, engga ada yang untung di awal. Pemerintah pasti rugi. Tapi itu harus dilakukan. Bagaimana pemerintah harus melihat dari segi pendampingan, permodalan dan pemasaran,” katanya di gedung DPRD Surabaya pada Senin 27 April 2020.
Selain itu, Ia menginginkan ada pembinaan yang serius kepada pelaku usaha UMKM. Ia menilai selama ini Pemkot sudah baik dalam membina. Namun masih dirasa kurang.
“Pendampingan dari pemerintah itu mungkin bisa dibuat kelompok. 1-2 orang dari Pemkot mendampingi 10 UMKM. karena kalau tidak ada pendampingan, tidak akan sesuai dengan harapan pelaku UMKM itu sendiri. Jadi kalau ada kegagalan di UMKM, berarti ada kegagalan dari pemerintah juga,” ungkapnya.
Laki-laki yang akrab disapa Badrut ini juga menyoroti terkait pembayaran kredit usaha rakyat (KUR). Menurutnya selama ini KUR masih menjadi beban tersendiri bagi pelaku UMKM.
“Bagaimana cara mereka bisa membayar mundur dalam pembayaran hutang modalnya. Misal, mereka hutang pada bulan 1 2019. Berarti mereka mulai membayar setahun berikutnya. Selama ini kan bulan ini hutang, bulan berikutnya mulai bayar,” terangnya.
Walaupun demikian, Badrut tetap mendorong Pemkot untuk menyiapkan lapangan pekerjaan. Sebab tidak semua warga Surabaya ingin menjadi pelaku usaha.
“Tapi yang paling penting itu bagaimana pemerintah menyediakan pekerjaan kepada mereka,” pungkasnya.
(and)


