Home MENTERI Sri Mulyani: 5,2 Juta Pekerja Terancam Menganggur Imbas Pandemi Corona

Sri Mulyani: 5,2 Juta Pekerja Terancam Menganggur Imbas Pandemi Corona

0
Sri Mulyani: 5,2 Juta Pekerja Terancam Menganggur Imbas Pandemi Corona
Ilustrasi.

Sementara di DKI Jakarta, ada sekitar 91 hotel yang ditutup dan atau melaksanakan cuti serta cuti tidak bayar, termasuk PHK. Begitu juga di Kota Yogyakarta, DIY, tak kurang dari 84 hotel dan penginapan yang ditutup. Kondisi sama juga terjadi di pusat wisata dunia, Bali, ratusan hotel ditutup. Di Badung misalnya ada sekitar 88 hotel yang tutup, di Buleleng 31 hotel, di Denpasar 14 hotel, dan Gianyar 19 lokasi.

Di Nusa Tenggara Barat juga dilakukan hal sama. Tak kurang dari 75 hotel tutup, 52 hotel di antaranya berada di Lombok Tengah. Sementara di Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, ada dua hotel yang dilakukan penutupan akibat wabah korona ini.

Situasi sama juga terjadi di provinsi-provinsi lain di Indonesia seperti Aceh, Sumatera Utara, Kalimantan Selatan, Sulawesi Selatan, Maluku, serta Papua dan Papua Barat. Sektor manufaktur juga ritel garmen dilaporkan banyak melakukan PHK dan merumahkan karyawannya. Pabrik-pabrik ritel itu kebanyakan berada di Jawa Barat dan Jawa Timur.
Baca Juga: Bamsoet Usul Upah Buruh Dikurangi Daripada PHK

“Untuk perhotelan dan ritel mayoritas mengurangi jumlah jam kerja sehingga hanya mengurangi gaji. Sektor manufaktur yang mengalami banyak PHK alasannya karena bisnis mereka berbasis ekspor-impor yang sedang lesu karena virus korona,” jelas dia. Perihal kompensasi, ASPEK dan para serikat buruh tengah memperjuangkan hak-hak karyawan terlebih bagi mereka yang sudah bekerja puluhan tahun.

“Banyak yang belum dibayar kebanyakan perusahaan garmen yang mengaku hanya mampu membayar enam kali gaji, padahal masa kerjanya sudah lebih dari 20 tahun. Kami akan terus mengawal agar pekerja mendapat hak sesuai Peraturan Menteri Tenaga Kerja yang mengacu pada UU Nomor 13 Tahun 2003,” ungkap Mirah.

ASPEK Indonesia juga menerima banyak laporan dan pengaduan tentang ada sikap “aji mumpung” yang dilakukan manajemen perusahaan. Di antaranya mengaku mengalami kerugian akibat pandemi Covid-19 sehingga tidak mampu membayar pesangon. Padahal, hak pesangon adalah hak pekerja yang dilindungi oleh UU Ketenagakerjaan. Tunjangan hari raya (THR) juga enggan dibayar, padahal THR adalah pendapatan non upah yang merupakan hak pekerja, dihitung dari masa kerjanya yang sudah lebih dari satu bulan.

ASPEK Indonesia mendesak para pengusaha untuk berempati kepada pekerjanya dengan tidak melakukan PHK dan ikhlas membagi keuntungan perusahaan untuk pekerjanya agar bisa tetap membeli kebutuhan pokok saat pandemi serta menjelang Ramadan dan Lebaran. Mirah juga meminta pemerintah menindak tegas oknum perusahaan yang “aji mumpung”. Kartu Pra Kerja yang dinilai menjadi solusi juga diharapkan maksimal menjangkau sasaran.

“Sangat disayangkan kenapa seperti undian. Untuk apa ada regulasi kebijakan mengenai Kartu Prakerja kalau ternyata tidak ada kepastian siapa yang dapat. Kalau seperti ini, malah mengecewakan,” pungkas dia.

Masa pandemi seperti saat ini memang menyulitkan semua pihak, bukan hanya para pekerja. Pengusaha pun ikut kewalahan dalam menghadapi situasi sekarang. Hal tersebut disampaikan Solihin, sekretaris jenderal Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo). Sebelum Covid-19 para pelaku industri ritel sedang mengalami penurunan penjualan.
Baca Juga: 1,4 Juta Pekerja Dirumahkan & PHK, Bagaimana Hak-Haknya?

“Sebelum Ramadhan yang biasanya merangkak naik, juga sudah turun. Sekarang semakin diterjang pandemi, kami semakin terpuruk,” ujar Solihin. Keadaan yang tidak pasti sampai kapan masa darurat ini berakhir juga membuat pengusaha akhirnya mengambil kebijakan dengan mengurangi pengeluaran. Satu di antaranya dengan merumahkan, bahkan melakukan PHK. Solihin menambahkan, sudah tidak ada harapan untuk menambah pendapatan karena dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) memperpanjang masa darurat Covid-19 hingga 29 Mei 2020.

“Itu artinya setelah Lebaran di mana seharusnya masa-masa puncak penjualan para ritel, pergeseran konsumsi pasti terjadi. Mereka lebih memilih kebutuhan pokok ketimbang pakaian atau barang lain,” ungkap dia. Aprindo juga memastikan akan selalu memantau anggota mereka untuk bertanggung jawab sesuai peraturan UU. Bagi ritel memang tidak semua anjlok karena consumer good masih berjalan.

Meskipun begitu, para pengusaha ini tetap khawatir karena harus melindungi karyawannya semaksimal mungkin saat masih bekerja di tengah pandemi Covid-19. “Bagaimanapun para pengusaha harus terus bisa memberikan pelayanan kepada masyarakat dan melindungi karyawan. Tidak ada yang senang dengan situasi seperti sekarang ini,” ucap pria yang juga menjabat sebagai corporate affairs director Alfamart ini.

Menanggapi PHK yang kini terjadi akibat pandemi Covid-19, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, ekonomi Indonesia memang tengah melambat sebelum pandemi ini muncul. Perekonomian di Indonesia diprediksi tumbuh hanya sekitar 2%, bahkan Indef memiliki perhitungan sendiri yakni hanya 1,4%. Lantas, benarkah Indonesia akan mengalami nasib seperti 1998 saat krisis moneter?

“Saya masih optimistis krisis yang kita alami sekarang ini tidak akan sampai seperti 1998. PDB tidak akan seperti dulu minus sampai 13%. Ditambah situasi masyarakat yang masih kondusif sehingga tidak terlalu mengkhawatirkan seperti dulu,” ungkap dia.

sdnws.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here