Wednesday, December 24, 2025
HomeBUMNEkonomi dan BisnisRupiah Masih Melemah, BI Siapkan Kebijakan Lebih Kuat

Rupiah Masih Melemah, BI Siapkan Kebijakan Lebih Kuat

JAKARTA, Nawacita — Deputi Gubernur Bank Indonesia Dody Budi Waluyo menegaskan, bank sentral siap melakukan langkah kebijakan jika ketidakstabilan rupiah terus berlanjut. Bank Indonesia meyakini kebijakan menaikkan suku bunga acuan BI 7 Days Reverse Repo Rate (DRRR) sebesar 25 basis poin adalah untuk menciptakan stabilitas keuangan.

“Itu yang jadi dasar kemarin BI 7 DRRR kita naikkan karena melihat ke depan untuk inflasi kita bisa terkena kalo rupiahnya depresiasi terlalu dalam. Apakah kurang? Tentunya bergantung data. Kita terus assestbagaimana perkembangan pasar, dampak eksternal, dan kalau itu sebabkan instabilitas terus berlanjut, kita bisa lakukan upaya langkah-langkah yang lebih kuat,” ujar Dody di kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Senin (21/5).

Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) nilai tukar rupiah pada Senin (21/5) berada di posisi Rp 14.176 per dolar AS. Kendati sudah hampir menembus level Rp 14.200 per dolar AS, BI meyakini kebijakan menaikkan suku bunga tidak terlambat.

- Advertisement -

Dody menjelaskan, tekanan global saat ini masih kuat. Hal itu ditunjukkan dengan data makro dari AS yang menunjukkan pertumbuhan lebih cepat dari perkiraan. Dody mengaku, bank sentral tidak melawan mekanisme pasar namun akan tetap menjaga stabilitas nilai tukar.

“BI tetap ada di pasar menjaga stabilitas rupiah meskipun kita tidak melawan arah pasar itu sendiri. Saya rasa level-level sekarang ini masih fit untuk kondisi rupiah. Tentunya kami jaga likuiditas rupiah dan valas. Jadi kami intervensi di pasar dan Surat Utang Negara (SUN),” kata Dody.

Ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Bhima Yudistira, saat dihubungi wartawan, Senin (21/5), mengatakan, pelemahan kurs pekan ini bisa sampai ke level Rp 14.300 per dolar AS.  Bhima menambahkan, pemerintah bisa lakukan bauran kebijakan antara stimulus fiskal maupun moneter.

Dari sisi fiskal kinerja ekspor memang perlu didorong melalui berbagai insentif seperti tax holiday bagi perusahaan yang berorientasi ekspor. Sedangkan dari sisi moneter bisa diterbitkan aturan tentang kewajiban devisa hasil ekspor ditahan di bank dalam negeri dalam kurun waktu minimal 6-9 bulan seperti yang dilakukan Thailand.

Karena cukup mendesak, lanjutnya, bentuk paling tepat dengan Perpu UU No.24/1999 tentang Lalu Lintas Devisa dan Sistem Nilai Tukar. “Sejak awal tahun Thailand berhasil mengalami apresiasi 1,6 persen (ytd),” ungkapnya.

Menurut Bhima, langkah jangka pendek selain menaikkan suku bunga acuan yakni dengan bunga kupon surat utang Pemerintah buat menahan keluarnya dana asing. Beberapa seri surat utang tidak laku karena kuponnya kecil. Jika dinaikan maka investor masih melihat SBN instrumen yang menarik.

Di sisi lain, efek kenaikan bunga acuan BI bisa berdampak ke naiknya bunga kredit perbankan dalam 2-3 bulan ke depan. Rata rata bunga kredit 11,20 persen per Maret 2018. Jika BI 7-day reserve repo rate naik 25 bps maka bunga kredit bisa naik jadi 11,45 persen. “Selain itu tidak menutup kemungkinan BI akan naikan bunga acuan hingga 50 bps pada tahun ini,” ujarnya.

rpblk

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru