Presiden mencontohkan, skema pembiayaan non-APBN yang bisa dilakukan misalnya dengan sekuritisasi, serta penerbitan surat utang (bond).
Sebelumnya sudah ada BUMN sektor konstruksi yang menerbitkan global bond dalam denominasi rupiah. Yakni PT Jasa Marga (Persero) Tbk yang menerbitkan Komodo Bond di bursa London senilai Rp 4 triliun. Selain itu, juga PT Wijaya Karya (Persero) Tbk yang menerbitkan Komodo Bond di bursa London senilai Rp 5,4 triliun.
Selain itu, Presiden juga mendorong pendanaan melalui skema konsesi terbatas (limited consession scheme). Hal ini misalnya, bisa dilakukan dengan menyerahkan pengelolaan bandara ke investor pihak ketiga. Sementara dana yang diperoleh, bisa digunakan untuk pengembangan bandara.
“Jadi kita jangan rutinitas, jangan monoton, hanya tergantung APBN. Ya enggak rampung. Padahal banyak skema yang bisa kita lakukan untuk mendapatkan sumber pendanaan. Bisa berpartner, bisa sekuritisasi, bisa limited consession scheme, bisa menerbitkan Komodo Bond. Saya kira untuk yang proyek yang gede-gede harus dilakukan dengan cara-cara itu,” ujarnya.
Presiden yakin, skema-skema pembiayaan yang ditawarkan menarik bagi investor, termasuk dari internasional. Hal ini sejalan dengan peningkatan rating yang diberikan lembaga pemeringkat global, terhadap perekonomian Indonesia.
Lembaga pemeringkat internasional Moody’s Investor Service, pada Jumat (13/4) menaikkan peringkat utang domestik dan luar negeri Indonesia menjadi Baa2 dengan outlook stabil, dari sebelumnya Baa3 dengan outlook positif. Sebelumnya pada Desember 2017, Fitch Rating menaikkan peringkat utang Indonesia menjadi BBB dengan outlook stabil, dari sebelumnya BBB-.
Sementara lembaga pemeringkat internasional lainnya, yakni Standard & Poor’s (S&P) telah menaikkan sovereign credit rating Indonesia menjadi BBB-/A-3 dengan outlook stabil, pada Mei tahun lalu. Dengan demikian, Indonesia telah memperoleh peringkat investment grade dari S&P.
kum