“Mahasiswa Psikologi UIN Ar-Raniry Arief Hidayatullah”
Langsa Aceh, Nawacita – Pada Sabtu (2/5/2020), Pemerintah Indonesia mengumumkan total kasus Covid-19 yang telah dikonfirmasi di Indonesia sebanyak 10.843 kasus, dan 1.665 sembuh, Sementara angka kematian yang terjadi adalah sebanyak 831 kasus (Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19). Hal ini membuat masyarakat Indonesia semakin takut khawatir bahkan trauma, bagaimana tidak?, kecemasan ini terjadi bukan hanya karna ancaman kematian yang dibawa oleh virus tetapi juga oleh masalah ekonomi yang terjadi karna pandemi ini.
(Kompas.Com) Tepat tanggal 1 mei 2020 diperingati sebagai hari Buruh, peringatan hari buruh ini pun disambut dengan suram oleh para buruh yang kehilangan pekerjaan dan tidak dapat menyuarakan aspirasinya kejalan karena ada pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Hari buruh kali ini berbeda dengan sebelumnya bukan lagi tentang bagaimana para buruh mendapatkan haknya, tapi lebih dari itu, para buruh harus berfikir bagaimana caranya untuk bertahan hidup dan menghidupi keluarganya.
Sejauh ini di Negara seperti Jerman yang memiliki kasus positif corona tinggi namun tingkat kematian jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara dengan penduduk yang hampir sama jumlahnya yaitu Spanyol, Prancis, Italia dan Inggris. Di Selandia Baru, Perdana Menteri Jacinda Ardern menurut sebuah majalah politik terkenal di Amerika Serikat The Atlantic adalah kepala pemerintahan yang paling efektif di dunia saat ini. Selandia Baru dengan cepat menutup perbatasan negara tersebut dan menerapkan keadaan darurat tertinggi guna mencegah masuknya virus corona, dan minggu depan akan melakukan pelonggaran setelah berhasil menahan penyebaran, dengan 1107 kasus dan 13 kematian sejauh ini(Www.Tempo.Co).
Parlemen-parlemen Negara lain fokus melawan corona, bagi mereka nyawa adalah prioritas dibandingkan ekonomi, lalu bagaimana dengan Indonesia?. Bicara soal prioritassetiap tindakan dan keputusan yang diambil dimasa krisisakan mencerminkan skala prioritas. Faktanya dilansir dari BBC News Indonesia “DPR gelar rapat ditengah pandemi’ Di tengah pandemi Covid-19, pekan ini DPR mengundang sejumlah pakar untuk memberi masukan pada draf RUU Cipta Kerja. Rabu ini, mereka memanggil Guru Besar Universitas Indonesia, Satya Arianto dan mantan birokrat, Bambang Kesowo. Rieke Dyah Pitaloka, anggota Baleg dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P), mempertanyakan keputusan penundaan kluster ketenagakerjaan (Www.BBC.Indonesia.Com)
Menurutnya, pro dan kontra setiap pasal semestinya dibahas secara terbuka. “Menunda itu jangan seperti solusi di kala duka. Kita harus bangun optimisme yang rasional,” kata Rieke saat dihubungi. “Lagi pula apa definisi kluster ketenagakerjaan yang ditunda? Apakah yang hanya menyangkut UU Ketenagakerjaan?. Merujuk draf resmi pemerintah per 21 April lalu, beleid ini antara lain ingin memangkas prosedur investasi, mempermudah pengadaan lahan untuk penciptaan kerja, serta melancarkan proyek strategis nasional. Ada pula perihal ketenagakerjaan, yang dinilai tidak berpihak pada kepentingan buruh, dari aturan enam hari kerja dalam sepekan, perluasan kategori pekerja kontrak, hilangnya jaminan sosial, hingga dihapusnya sanksi pidana untuk pengusaha pelanggar hak pekerja (Www.BBC.Indonesia.Com). Rancangan RUU Omibus Law Cipta Kerja, banyak ditolak karna terkesan seperti mementingkan kepentingan investor diatas kebutuhan pekerja, tidak hanya itu selanjutnya ada juga isu RUU KUHP, dan RUU kemsayrakatan.
Membahas undang-undang yang mencakup hajat hidupbanyak orang merupakan hal yang sangat penting. Karna penting tidak seharusnya dibahas saat ini, saat dimana perhatian dan konstrasi kita semua sedang terkuras bertahan hidup ditengah wabah Corona. Melihat hal ini wajar jika ada yang menilai DPR tidak menjadikan perang melawan Corona sebagai skala prioritas, padahal rakyat saat ini merasa virus corona merupakan permasalahan yang utama saat ini.
Selanjutnya bicara soal Corona tentu ada para pahlawan garda terdepan yang sedang berjuang melawan virus tersebut, yaitu Dokter dan para tenaga medis. Dunia medis Tanah Air kembali kehilangan anggota terbaiknya saat melawan pandemi virus corona Covid-19. Dokter Berkatnu Indrawan Janguk yang selama ini bertugas di IGD RSUD dr. Shoewandie meninggal dunia pada Senin (27/4/2020) malam sekitar pukul 17.45 WIB. Hingga saat ini, Ikatan Dokter Indonesia ( IDI) mengonfirmasi telah kehilangan 25 anggotanya akibat pandemi virus corona Covid-19 yang masih berlangsung. Hal itu disampaikan oleh anggota Bidang Kesekretariatan, Protokoler, dan Public Relations Pengurus Besar (PB) IDI, Dr. Halik Malik, M.KM. “Informasi yang diterima PB IDI setidaknya ada 25 dokter yang dikabarkan meninggal karena positif Covid-19 dan PDP Covid,” kata Halik saat dihubungi selasa (28/4/2020) siang (Kompas.com).
Sementara itu foto bersama Satgas Lawan Covid-19 DPR RI yang mengenakan baju mirip hazmat atau alat pelindung diri (APD) di depan Gedung Nusantara III, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, viral di media sosial. Foto itumenuai kritik netizen atau warganet. Mereka memprotes anggota DPR yang tergabung dalam Satgas itu mengenakan APD. Sementara sejumlah rumah sakit atau fasilitas layanan kesehatan kini kekurangan APD. Warganet Hanifah Andini melalui akun Twitternya @Hanifah933 ikut membagikan foto tersebut. “Dear @DPR_RI Foto Selfie dgn memakai BAJU APD sementara PARAMEDIS diseluruh Nusantara BERJIBAKU KEKURANGAN APD …You are all so embarrassing and heartless #TotalitasLawanCorona,” tulis akun @Hanifah933 seperti lihat Okezone, Kamis (16/4/2020).
Dinamika yang terjadi selama Corona tidak berhenti sampai disana. Yuli, warga Kelurahan Lontar baru, Kecamatan Serang, Banten sempat ramai diberitakan tidak makan dua hari dan hanya minum air galon karena imbas dari sulitnya perekonomian di tengah pandemi corona. Dia kemudian meninggal dunia, Senin (20/4/2020). Camat Serang Tb. Yassin membenarkan kabar tersebut. Dia mengatakan, Yuli dinyatakan meninggal pada pukul 15.30 WIB. Anggota DPR Fraksi PKS Mardani Ali Sera meminta bantuan sosial pemerintah harus segera sampai kepada masyarakat (liputan.6.Com)
Ini bukan tentang siapa yang salah atau mengapa hal ini terjadi, Ini tentang rakyat yang harus memilih mati karena Corona atau mati kelaparan, kami tidak meragukan sumbangan dari pemerintah dan DPR, terbukti, membeli ribuan Rapid tes saja kalian mampu, tapi ini soal rasa dan empati. Terakhir, dengan penuh rasa pertimbangan dalam menghadapi pandemi Covid-19 yang melanda Indonesia saat ini, kami harap Pemerintah jeli dalam melihat situasi terkini,karna nyawa bukanlah sebuah mainan. Kami percaya kalian mampu. Salam hormat dari kami yang kalian wakili.
Penulis : Arief Hidayatullah


