“Surat Edaran dari Pemkot, untuk Penumpang pesawat sebelum pindah area di haruskan mandi”
Surabaya, Nawacita – Semakin banyaknya kasus pasien Covid-19 mendorong Walikota Surabaya menyurati pengelola Bandara Internasional Juanda Sidoarjo. Surat bernomor 443.1/3687/436.8.4/2020 meminta pengelola bandara untuk mengarahkan penumpang mandi dan membersihkan diri sebelum pindah dari area bandara.
Febria Rachmawati selaku Koordinator Protokol Kesehatan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Surabaya mengatakan membersihkan diri dianggap perlu untuk mencegah Covid-19. Pasalnya sabun dan shampo bisa membunuh virus Corona.
“Oleh karena itu kenapa harus mandi, kenapa harus cuci tangan supaya itu bisa bersih. Virus itu hilang kalau kena sabun dan kena shampo,” katanya di Balai Kota Surabaya pada Jumat 17 April 2020.
Wanita yang akrab disapa Feni ini menerangkan bahwa kasus Covid-19 cukup tinggi di Surabaya. Kebanyakan klaster Covid-19 berasal dari luar negeri dan luar kota.
“Karena kasus di Surabaya ini sangat tinggi. Dan kalau melihat klaster banyak penularan-penularan dari luar kota dan luar negeri,” terangnya.
Disamping itu, Ia berharap agar masyarakat menunda dulu perjalanan ke Surabaya. Ia menghimbau agar masyarakat tetap tinggal di rumah dulu sampai pandemi selesai.
“Kita kan tidak tahu itu dari luar kota, atau dari daerah terjangkit atau dari luar negeri. Kita kan tidak tahu. Dimana dalam pandemi ini, sebaiknya tidak perlu datang ke surabaya dulu. Kita sama-sama stay di rumah. Kalau tidak sangat penting,” tukasnya.
Di sisi lain, Akmarawita Kadir Sekretaris Komisi D DPRD Surabaya merespon permintaan Pemkot itu. Ia justru mempertanyakan bagaimana cara menjamin para penumpang di bandara untuk mandi.
“Masalahnya sekarang bisa nggak kita tahu kalau orang-orang tersebut benar-benar mandi? Jangan-jangan cuma cuci muka, basahi rambut terus keluar kamar mandi. Kan sama saja bohong,” ucapnya saat dihubungi via Whatssap pada Jumat 17 April 2020.
Pria yang berlatar belakang sebagai dokter ini melanjutkan bahwa mandi tidak bisa menjamin matarantai Covid-19 terputus. Apalagi penggunaan bilik sterilisasi yang sudah tidak dibolehkan oleh Kemenkes.
“Tentu dalam memutus matarantai tidak hanya dengan masalah mandi. Atau bilik sterilisasi/disenfetan yang sudah ada edaran tidak diperkenankan oleh Kemenkes,” lanjutnya.
Selain itu, virus Covid-19 cara penularan paling utama justru melalui droplet infection. “Kalaupun mereka betul-betul mandi, misal ada orang yang menderita Covid-19, apakah virus itu akan hilang bigitu saja dengan mandi? Kan tidak. Karena metode pernularannya yang paling utama adalah dengan droplet infection yang dapat terjadi pada orang-orang yang berjarak dekat,” terangnya.
Laki-laki yang akrab disapa Akmarawita ini, menyarankan langkah tepat yang bisa dilakukan adalah cek kesehatan sebelum masuk ke Surabaya. Sehingga bisa dideteksi sedini mungkin sebelum di Surabaya.
“Ya yang paling tepat adalah setiap orang yang masuk Surabaya harus mempunyai surat sehat dari dokter. Lalu di cek kesehatannya, bisa langsung di rapid test, dan kalau perlu harus karantina 14 hari. Itu paling bagus,” tukasnya.
Senada dengan Akmarawita, Mahfudz Sekretaris Komisi B DPRD Surabaya juga merespon permintaan dari Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya itu. Menurutnya permintaan dari Pemkot dianggap tidak rasional.
“Alasannya engga rasional! Virus itu akan hilang jika kita sering mencuci tangan dengan menggunakan sabun, serta berpola hidup sehat. Usahakan tidak terkena droplets. Lha ini kok penumpang disuruh mandi di bandara. Yang logika sajalah,” tegasnya.
Sambungnya, Mahfudz menganggap aneh permintaan Pemkot. Sebab Ia tidak pernah tahu ada aturan seperti itu dimanapun.
“Baru Surabaya punya himbauan disuruh mandi. Di belahan dunia manapun engga ada kayak Surabaya,” tukasnya.
(and)


