Hari HAM dan Hakordia, WALHI Jabar Desak Evaluasi Total Izin Konsesi: Setengah Wilayah Sudah Rusak
Bandung, Nawacita – Bertepatan dengan peringatan Hari Hak Asasi Manusia (HAM) Sedunia dan Hari Anti Korupsi, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Jawa Barat bersama Gerakan Reforma Agraria dan Lingkungan Hidup Se-Jawa Barat termasuk petani dari 10 kabupaten kota, CSO, dan seniman menggelar aksi desakan di depan DPRD Jawa Barat, Selasa, (9/12/2025).
Direktur WALHI Jawa Barat, Wahyudin Iwang mengungkapkan bahwa aksi tersebut dilakukan guna menyoroti ketimpangan penguasaan lahan masih menjadi masalah akut, dimana rakyat semakin tergusur dan sulit mengakses ruang. Menurutnya, keadilan terhadap ruang justru didominasi oleh para oligarki dan pengusaha.
“Asas keadilan terhadap ruang itu masih diberikan kepada para oligarki, masih diberikan kepada pengusaha-pengusaha yang selama ini justru tidak mampu mengelola lahan, yang selama ini menyebabkan degradasi,” ungkap Wahyudin saat diwawancarai, Selasa (9/12/2025).
Ia menyebut, praktik penguasaan lahan oleh korporasi telah menyebabkan perubahan alih fungsi lahan masif, bermuara pada krisis iklim dan bencana. Apalagi, Jawa Barat merupakan salah satu provinsi dengan kerentanan bencana tertinggi di Indonesia.

Ia menjelaskan, berdasarkan catatan WALHI Jawa Barat, dari total luas wilayah Jabar yang mencapai 3,5 juta hektare, setengahnya sudah rusak kondisinya. Kerusakan ini banyak terjadi di wilayah-wilayah konservasi dan kelolaan negara.
“WALHI mencatat kondisi lahan setengahnya sudah rusak. Di mana saja kerusakan itu terjadi? Berada di wilayah pengelolaan BKSDA, berada di wilayah pengelolaan Perhutani, dan berada di wilayah pengelolaan PTPN,” jelas dia.
Bahkan, kawasan penyangga air seperti Bandung Utara, Kabupaten Bandung Selatan, dan Kabupaten Bandung Barat, telah terdegradasi oleh kegiatan industri, kondominium, tambang, dan pariwisata.
“1,2 juta hektare telah terdegradasi dari jumlah total luas wilayah Jawa Barat. Bahkan kawasan hutan yang jumlahnya mencapai 800 ribu hektare telah terdegradasi. Ini adalah warning bagi pemerintah, warning bagi publik,” tambah Wahyudin.
Ia menerangkan bahwa, pihaknya melalui aksi ini mengajukan dua tuntutan utama kepada pemerintah. Pertama yaitu membentuk tim khusus atau Pansus untuk mengevaluasi dan mengkaji seluruh kebijakan, serta mengevaluasi izin-izin konsesi di wilayah kelolaan Perhutani, PTPN, dan BKSDA yang menjadi penyebab utama degradasi bentang alam dan lahan kritis Jawa Barat.
Kedua, mengevaluasi Izin Konsesi: Mengevaluasi izin-izin konsesi yang membuat rakyat semakin sulit mengakses lahan dan ruang, di mana keadilan lebih diberikan kepada pemodal.
Lebih lanjut, ia juga mengkritik Gubernur Jawa Barat yang selama ini hanya mengeluarkan Surat Edaran (SE) terkait penataan lingkungan, yang dinilai tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat.
“SE yang dikeluarkan oleh gubernur itu tidak memiliki kekuatan hukum yang kuat. Harusnya SE itu menjadi rujukan untuk membuat produk kebijakan yang utuh untuk mengatur izin-izin itu tidak lagi dikeluarkan di wilayah resapan air, di wilayah hutan lindung, di wilayah hutan konservasi,” tandas dia.
Wahyudin menegaskan, perusahaan seringkali tidak memiliki tanggung jawab untuk melakukan pemulihan lingkungan, berbeda dengan masyarakat yang masih bisa didampingi dan diedukasi. Oleh karena itu, moratorium izin baru dan penertiban kegiatan ilegal harus segera diinstruksikan dalam produk hukum yang memiliki kekuatan mengikat.
Reporter: Niko


