Kritik Keras Pakar: Partai Politik Indonesia Gagal Jadi Pilar Demokrasi Sehat
Surabaya, Nawacita.co – Kritik keras kembali dilontarkan terhadap peran partai politik di Indonesia yang dinilai belum mampu menjalankan fungsinya sebagai pilar utama demokrasi perwakilan.
Dalam sebuah diskusi Publik dengan tema: “Reformasi Demokrasi Elektoral Indonesia”, Prof. A. Ramlan Surbakti, menyampaikan keprihatinan atas lemahnya kualitas partai politik dalam menyiapkan pemimpin, membangun program, hingga menjadi jembatan antara rakyat dan negara.
Menurutnya, partai politik saat ini justru sering kali terjebak dalam praktik pragmatis. Alih-alih mendidik kader, memperkuat gagasan, dan menyiapkan calon pemimpin yang berintegritas, partai lebih sibuk mencari sosok populer untuk dicalonkan dalam pemilu.
“Banyak calon legislatif muncul hanya karena faktor popularitas, bukan karena kapasitas. Padahal mereka yang nantinya akan membuat undang-undang untuk rakyat,” tegas Ramlan.
Baca Juga: Airlangga Pribadi Ingatkan Wacana Pilkada Tak Langsung Justru Perkuat Dominasi Elit Politik
Prof Ramlan juga menyoroti fenomena anggota DPR yang berperan ganda: sebagai “pemain” politik yang mempertahankan kekuasaan, sekaligus pembuat aturan. Kondisi ini, menurutnya, berbahaya jika kepentingan partai lebih dominan ketimbang kepentingan rakyat.
“Jangan sampai undang-undang dibuat hanya berdasarkan kepentingan partai politik. Itu tidak sehat bagi demokrasi kita,” ujarnya.
Pria yang duduk ditengah itu juga menilai bahwa kualitas DPR hasil Pemilu 1999 dan 2004 lebih baik dibanding periode setelahnya. Anggota legislatif di era awal reformasi dianggap lebih berpengalaman dalam organisasi dan memiliki kedekatan dengan rakyat.
“Sekarang banyak anggota DPR yang bahkan belum paham soal undang-undang, tapi diberi kewenangan untuk membuat aturan. Ini problem serius,” tambahnya.
Baca Juga: Balai Bahasa Ajak Insan Media Tingkatkan Keterampilan Menulis Tanpa Tinggalkan Kaidah Jurnalistik
Salah satu kritik terkuat adalah lemahnya demokrasi internal partai politik. Proses penentuan calon anggota legislatif maupun calon pemimpin partai sering kali tidak transparan dan hanya dikuasai oleh elite.
“Undang-undang partai sudah mengatur agar prosesnya demokratis dan terbuka. Tapi kenyataannya, anggota partai hampir tidak punya peran dalam pengambilan keputusan penting,” kata Prof Ramlan.
Sebagai penutup, ia mengingatkan bahwa demokrasi Indonesia masih dalam proses panjang. Reformasi politik harus terus diarahkan agar partai politik benar-benar menjadi pilar demokrasi, bukan sekadar kendaraan kekuasaan.
“Kita tidak anti-partai, tapi kita ingin partai menjalankan fungsinya secara benar. Tanpa partai politik yang sehat, mustahil demokrasi kita bisa tumbuh kuat,” tutupnya.
Reporter: Alus


