Royalti Musik di Kafe dan Restoran, Berikut Aturan dan Besaran Tarifnya
JAKARTA, Nawacita – Royalti Musik di Kafe dan Restoran, Isu pembayaran royalti musik bagi pelaku usaha, seperti kafe dan restoran, kembali ramai diperbincangkan setelah adanya penegakan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
Sejumlah pemilik usaha mencoba mencari jalan keluar dengan mengganti musik yang biasa diputar dengan suara alam, seperti kicauan burung atau gemericik air.
Namun, upaya tersebut ternyata tidak membebaskan pelaku usaha dari kewajiban membayar royalti. Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menegaskan bahwa rekaman suara apapun termasuk suara alam tetap dilindungi hak terkait.
Ketua LMKN Dharma Oratmangun menjelaskan, produser rekaman suara memiliki hak eksklusif atas fonogram yang mereka ciptakan, baik itu lagu, musik instrumental, maupun suara alam.
“Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” ujar Dharma, Selasa (5/8/2025).
Baca Juga: Momen Sidang MK Berubah Jadi Ruang Karaoke Saat Uji UU Hak Cipta
Hak terkait ini mencakup hak produser rekaman dan hak pelaku pertunjukan. Dengan demikian, pelaku usaha yang memanfaatkan rekaman untuk tujuan hiburan di ruang usaha, wajib membayar royalti kepada pihak yang berhak.

Tarif Royalti Resmi untuk Kafe dan Restoran
Tarif royalti telah diatur secara resmi dalam Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor HKI.02/2016. Untuk usaha jasa kuliner bermusik, berikut ketentuan tarifnya:
Restoran dan Kafe
- Royalti hak pencipta: Rp60.000 per kursi/tahun
- Royalti hak terkait: Rp60.000 per kursi/tahun
Pub, Bar, dan Bistro
- Royalti hak pencipta: Rp180.000 per m²/tahun
- Royalti hak terkait: Rp180.000 per m²/tahun
Diskotek dan Klub Malam
- Royalti hak pencipta: Rp250.000 per m²/tahun
- Royalti hak terkait: Rp180.000 per m²/tahun
Pembayaran dilakukan minimal sekali dalam setahun dan dapat diurus secara daring melalui situs resmi LMKN.
Tarif berlaku untuk semua bentuk pemanfaatan musik atau rekaman suara di ruang usaha, baik yang diputar melalui speaker, live music, maupun media digital.
Perhitungan Besaran Royalti untuk Kafe dan Restoran
Agar lebih jelas, berikut simulasi perhitungan biaya royalti untuk kafe dan restoran dengan kapasitas berbeda:
1. Kafe Kecil Kapasitas 20 Kursi
Hak pencipta: Rp60.000 × 20 kursi = Rp1.200.000/tahun
Hak terkait: Rp60.000 × 20 kursi = Rp1.200.000/tahun
Total royalti setahun: Rp2.400.000 (sekitar Rp200.000/bulan)
2. Restoran Sedang Kapasitas 50 Kursi
Hak pencipta: Rp60.000 × 50 kursi = Rp3.000.000/tahun
Hak terkait: Rp60.000 × 50 kursi = Rp3.000.000/tahun
Total royalti setahun: Rp6.000.000 (sekitar Rp500.000/bulan)
3. Restoran Besar Kapasitas 100 Kursi
Hak pencipta: Rp60.000 × 100 kursi = Rp6.000.000/tahun
Hak terkait: Rp60.000 × 100 kursi = Rp6.000.000/tahun
Total royalti setahun: Rp12.000.000 (sekitar Rp1.000.000/bulan)
Untuk pub, bar, bistro, atau klub malam, perhitungan menggunakan luas area dalam meter persegi, sehingga tarifnya cenderung lebih tinggi dibanding kafe atau restoran.
*Perhitungan ini bersifat estimasi dan belum termasuk pajak
Kenapa Suara Alam Tetap Wajib Royalti?
Banyak pelaku usaha mengira bahwa dengan memutar suara kicauan burung atau aliran air, mereka bebas dari royalti. Padahal, suara alam yang diputar biasanya berasal dari rekaman komersial yang dibuat oleh produser fonogram.
Produser ini memiliki hak eksklusif untuk menentukan bagaimana rekaman tersebut digunakan. Jika diputar untuk kepentingan komersial — misalnya di kafe atau restoran — maka penggunaan itu termasuk dalam kategori yang wajib membayar royalti.
“Bagaimana kita pakai sebagai menu hiburan tapi tidak mau bayar? Jangan bangun narasi mau putar rekaman suara burung, suara alam, seolah-olah itu solusi,” kata Dharma.
Menurut Dharma, narasi yang menyebut bahwa kewajiban membayar royalti akan mematikan usaha kecil adalah keliru. Besaran tarif yang ditetapkan dianggap terjangkau jika dibandingkan dengan biaya operasional usaha.
Bahkan, jika dihitung per bulan, royalti untuk kafe kecil kapasitas 20 kursi hanya sekitar Rp200.000, setara harga dua hingga tiga cangkir kopi premium.
“Ada narasi yang sengaja dibangun keliru, seakan-akan (kami) mau mematikan kafe. Itu keliru sekali, karena dia enggak baca aturannya, enggak baca Undang-Undang. Bahkan belum bayar, sudah kembangkan narasi seperti itu,” jelasnya.
Selain lagu lokal, royalti juga berlaku untuk pemutaran lagu internasional. Indonesia terikat dalam kerja sama global terkait pengelolaan hak cipta melalui perjanjian dengan lembaga hak cipta di berbagai negara.
Dengan begitu, pemilik usaha yang memutar lagu internasional, baik dari penyanyi populer dunia maupun musik instrumental asing, tetap diwajibkan membayar royalti sesuai ketentuan.
kompnws.


