Tuesday, December 23, 2025
HomeDAERAHJABARSoal Kasus Doxing Aktivis Demokrasi, Pengamat Sarankan Dedi Mulyadi Edukasi Netizen dan...

Soal Kasus Doxing Aktivis Demokrasi, Pengamat Sarankan Dedi Mulyadi Edukasi Netizen dan Pendukungnya

Soal Kasus Doxing Aktivis Demokrasi, Pengamat Sarankan Dedi Mulyadi Edukasi Netizen dan Pendukungnya

Bandung, Nawacita – Kasus Doxing terhadap Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP), Neni Nur Hayati yang diduga dipicu postingan Diskominfo Jawa Barat masih belum menemukan kejelasan hingga saat ini.

Pasalnya, belum ada pihak yang memberikan alasan secara gamblang dibalik postingan yang mencatut foto aktivis demokrasi itu dan menggabungkannya dengan vidio klarifikasi Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi terkait pemangkasan anggaran media hingga memicu Doxing.

Hal itu sontak menuai sorotan dan pertanyaan dari banyak pihak. Salah satunya dari Pengamat Komunikasi Politik Universitas Sangga Buana YPK Bandung, Muchsin Al-Fikri.

- Advertisement -

Muchsin menilai, Doxing tersebut masih ada hubungan dengan netizen dan pendukung Gubernur Jawa Barat itu. Mengingat, video yang ditampilkan bersama foto Neni Nir Hayati yang dicatut merupakan video klarifikasi Dedi Mulyadi soal pemangkasan anggaran media yang diduga digunakan untuk mendanai buzzer.

Sehingga, ia menyarankan agar Dedi Mulyadi bisa memberikan edukasi kepada para pendukungnya di media sosial agar tidak melakukan Doxing.

“Pak dedi sendiri saya kira memang perlu memberikan edukasi lah kepada netizen, kepada masyarakat dan juga, ya kalau bisa ke para pendukungnya lah, gitu kan jangan, apa, jangan sampai melakukan yang doxing seperti itu,” ungkap Muchsin saat dihubungi melalui saluran telepon pada Minggu (27/7/2025) sore.

Baca Juga: Diskominfo Jabar Dinilai Baper Tanggapi Kasus Doxing Neni, Pengamat: Perlu Segera Klarifikasi

Menurutnya, kasus Doxing terhadap Neni Nur Hayati menunjukkan adanya pembatasan ruang bagi masyarakat sipil untuk terkoneksi dengan pemerintah dalam memberikan masukan. Jika kondisi tersebut terus menerus terjadi maka hal itu akan mengancam demokrasi bagi masyarakat kedepannya. Terlebih jika hal itu dilakukan langsung oleh lembaga pemerintah.

“Kalau melihat kehidupan demokrasi seperti ini, ini kelompok sipil nanti tidak diberikan satu ruang yang cukup luas untuk memberikan koneksi masukan. Kalau kondisi seperti ini terus dipelihara saya kira ini ancaman bagi demokrasi ke depan. Apalagi bisa dilakukan oleh lembaga resmi seperti diskominfo gitu kan, saya kira ini kurang bagus lah,” tutur dia.

Lebih lanjut, Muchsin membeberkan bahwa kasus Doxing akibat mengkritik Gubernur Jawa Barat bukan pertama kali terjadi. Sebelumnya, kasus Doxing sendiri pernah terjadi kepada beberapa pihak. Ia mencontohkan salah satunya kasus yang menimpa Wakil Ketua DPRD Provinsi Jawa Barat, Ono Surono yang diserang oleh netizen atau pendukung Dedi Mulyadi di media sosial. Dari kasus tersebut, ia melihat bahwa setiap yang mengkritisi kebijakan Dedi Mulyadi terkesan menjadi musuh para pendukungnya.

“Kan kemarin-kemarin juga bisa kita lihat kasus Pa Ono ketua DPRD, kemudian juga ada ustad, dia aktivis keagamaan. Jadi setiap yang mengkritisi pak Dedi ini seolah-olah dijadikan musuh gitu, ini kan tidak tepat ya ini juga,” beber Muchsin.

Hal itu dikatakan Muchsin juga bisa menjadi ancaman demokrasi bagi kalangan masyarakat sipil. Apalagi jika sampai kritik tersebut dibalas dengan ancaman dan teror oleh pihak lainnya.

Baca Juga: DPRD Tagih PEmprov Jabar Klarifikasi Postingan Pemicu Doxing Aktivis

“Ya hari ini, mengancam demokrasi kita, jadi mirisnya demokrasinya gitu kalau misalnya, setiap politik itu dibalas dengan caci maki, ya kemudian juga bahkan teror dan sebagainya,” kata dia.

Ia berharap, agar hal serupa tidak terjadi lagi di kemudian hari. Selain itu, ia sebagai pihak akademis juga berencana memberikan masukan kepada Pemprov Jabar agar lebih terbuka dengan kritik yang disampaikan.

“Ya mudah-mudahan ini yang terakhir lah, ya jangan sampai terjadi lagi gitu. Kita nanti apa namanya dari akademis, tentu saja kita perlu memberikan masukan ya kepada pemerintah provinsi,” harap Muchsin.

“Agar lebih terbuka terhadap berbagai macam kritikan dan masukan, jangan sampai di apa namanya dihadap-hadapkan dengan netizennya. Atau bahkan kalau memelihara buzzer lebih parah lagi apalagi dengan dibayar. Saya kira desain seperti itu akan mengancam demokrasi kita ke depan,” tutup dia.

Reporter: Niko

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru