Wednesday, December 24, 2025
HomeDAERAHJABARBPS Jabar Mencatat Angka Kemiskinan di Perkotaan Meningkat Akibat Jumlah Pengangguran Terbuka...

BPS Jabar Mencatat Angka Kemiskinan di Perkotaan Meningkat Akibat Jumlah Pengangguran Terbuka Semakin Banyak

BPS Jabar Mencatat Angka Kemiskinan di Perkotaan Meningkat Akibat Jumlah Pengangguran Terbuka Semakin Banyak

BANDUNG, Nawacita – Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Barat mencatat bahwa angka Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah perkotaan di Jawa Barat mengalami peningkatan pada Februari 2025. Hal itu berdampak pada angka kemiskinan yang juga turut meningkat pada periode Maret 2025.

Plt Kepala BPS Jawa Barat, Darwis Sitorus mengatakan bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di wilayah perkotaan pada periode Februari 2025 tercatat 6,74 persen. Angka tersebut memang menunjukkan penurunan dari periode sebelumnya pada periode Agustus 2025 yang tercatat sebanyak 6,75 persen. Namun, pihaknya justru mencatat jumlah pengangguran di perkotaan bertambah dari 1,77 juta menjadi 1,78 juta orang.

“Secara absolut jumlah penganggur justru bertambah dari 1,77 juta menjadi 1,81 juta orang. Kenaikan ini banyak terjadi di wilayah perkotaan,” kata Darwis di Kato BPS Jawa Barat, Jumat (25/7/2025).

- Advertisement -

Kenaikan angka pengangguran itu juga ternyata berdampak pada angka kemiskinan di wilayah perkotaan yang turut meningkat. Angka pengangguran yang meningkat menjadi faktor makro dalam peningkatan angka kemiskinan di wilayah perkotaan. Tercatat jumlah warga yang masih terjebak dalam taraf kemiskinan di perkotaan juga bertambah sebanyak 66,02 ribu orang.

“Jadi tadi sudah dijelaskan bahwa di perkotaan memang terjadi peningkatan angka kemiskinannya. Dan sesuai dengan fenomena, memang dipengaruhi oleh kenaikan pengangguran yang terjadi di perkotaan,” ucap dia.

Menurut Darwis, fenomena di atas dipengaruhi oleh wilayah perkotaan di Jawa Barat yang terus meningkat. Sehingga menyebabkan wilayah perkotaan lebih luas dibandingkan wilayah pedesaan.

Baca Juga: Resmi Diluncurkan! 5957 Koperasi Merah Putih Siap Layani Masyarakat Jawa Barat

“Memang jawa barat itu sejak lama sebenarnya wilayah perkotaan sudah lebih luas. Untuk kategori Perkotaan lebih besar dibandingkan dengan kategori pedesaan,” cetus Darwis.

Disinggung terkait kemungkinan adanya faktor urbanisasi atau perpindahan masyarakat desa ke kota sebagai salah satu faktor fenomena di atas, Darwis menyebut bahwa pihaknya masih belum melihat dampak dari hal itu terhadap peningkatan angka pengangguran yang berimbas pada naiknya angka kemiskinan di perkotaan.

BPS Jabar Mencatat Angka Kemiskinan
Capt: Plt Kepala BPS Jawa Barat, Darwis Sitorus. Foto: Nawacita/Niko.

“Kita belum melihat sampai ada pengaruh dari akibat adanya dari desa ke Perkotaan, belum-belum,” sambung dia.

Namun, kondisi terbalik justru terjadi di wilayah pedesaan. Jumlah angka kemiskinan di wilayah pedesaan. Jika dilihat berdasarkan lokasi tinggal, kemiskinan di pedesaan mengalami perbaikan cukup signifikan.

Pada periode September 2024 lalu, angka kemiskinan di wilayah pedesaan tercatat sekitar 9,20 persen. Sementara pada periode Maret 2025, persentasenya menurun hingga 8,50 persen. Secara absolut, persentase itu menunjukan bahwa penduduk miskin di pedesaan berkurang sekitar 79,63 ribu orang.

“Namun di pedesaan mengalami penurunan,” tandas dia.

Meski demikian, berbagai hal di atas tidak lepas dari faktor konsumtif masyarakat terhadap pangan. faktor pangan yang masih mendominasi beban hidup masyarakat baik di kota maupun di desa. Salah satu bahan pangan yang masih mendominasi beban hidup masyarakat adalah beras.

“Di perkotaan, sumbangan beras mencapai 22,03%, sementara di pedesaan lebih tinggi lagi yakni 26,78%,” beber Darwis.

Terlebih, dengan adanya isu beras oplosan saat ini turut membuat konsumtif masyarakat terhadap beras dengan harga yang lebih mahal semakin tinggi. Sehingga, membuat masyarakat semakin jauh dari ambang batas garis kemiskinan akibat pengeluaran yang semakin bertambah.

“Pasti ngefek karena harga yang dioploskan lebih tinggi ya. Makanya di perkotaan kan juga akhirnya orang kan cenderung mengkonsumsi beras yang premium gitu. Ya, kemungkinan bisa bisa bisa bisa korelasi gitu ya. Dengan adanya proses. Jadi mungkin kalau ini bisa ditangani dengan baik ya mungkin akan memperbaiki ya tingkat kemiskinan,” papar dia.

Dia menjelaskan, garis kemiskinan di Jawa Barat pada Maret 2025 naik 2,29% dari periode sebelumnya, menjadi Rp 547.752 per kapita per bulan. Dari angka tersebut, pengeluaran untuk kebutuhan makanan mencapai Rp410.143 atau 74,88% dari total, dan sisanya non-makanan seperti perumahan, pendidikan, listrik, dan perlengkapan mandi. Darwis mengingatkan, kenaikan harga komoditas utama seperti beras bisa berdampak signifikan.

Apalagi, di balik penurunan jumlah, indikator kualitas kemiskinan menunjukkan pelemahan. Indeks kedalaman kemiskinan (P1) meningkat dari 1,05 menjadi 1,17. Indeks ini mencerminkan seberapa jauh rata-rata pengeluaran penduduk miskin dari garis kemiskinan. Semakin tinggi angkanya, semakin jauh jarak tersebut.

“Kenaikan harga beras langsung menggeser garis kemiskinan. Kalau daya beli tidak mengikuti, maka kelompok rentan miskin bisa terdorong masuk ke kategori miskin,” jelas dia. Artinya, secara rata-rata, penduduk miskin makin jauh dari batas keluar dari kemiskinan,” jelas Darwis.

Peningkatan indeks P1 terjadi terutama di perkotaan, dari 0,96 menjadi 1,14. Sementara di pedesaan, P1 justru membaik, turun dari 1,44 menjadi 1,29. Tak hanya itu, indeks keparahan kemiskinan (P2) juga naik dari 0,24 menjadi 0,29, menunjukkan ketimpangan antarpenduduk miskin makin lebar. Di perkotaan, indeks ini naik dari 0,21 menjadi 0,28. Di pedesaan, justru membaik dari 0,36 menjadi 0,31.

“Ketimpangan dan tekanan harga pangan harus jadi perhatian utama. Komoditas seperti beras, rokok, daging ayam, telur, dan kopi adalah penentu garis kemiskinan, karena konsumsi mereka mendominasi belanja masyarakat miskin,” tutur dia.

Meski demikian, Darwis menegaskan bahwa jumlah penduduk miskin di provinsi ini turun menjadi 3,65 juta jiwa atau setara 7,02% dari total populasi. Angka ini, kata dia, menurun 0,06 persen poin dari September 2024, dengan jumlah penduduk miskin berkurang sekitar 13,61 ribu jiwa. Hal itu cukup besar dipengaruhi oleh tingkat kemiskinan di pedesaan yang menurun.

“Ekonomi Jawa Barat tumbuh 4,98% pada kuartal I-2025 (year-on-year), sedikit lebih tinggi dibanding kuartal sebelumnya yang tumbuh 4,91%. Konsumsi rumah tangga pun meningkat 5,01%, disertai deflasi sebesar 0,68% sepanjang periode September 2024–Februari 2025. Jadi artinya penurunan yang terjadi di pedesaan itu ternyata mempengaruhi secara total ya sehingga kemiskinan Jawa Barat mengalami penurunan tingkat kemiskinan seperti itu,” tegas Darwis.

(Niko)

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

- Advertisment -

Terbaru