Profil Kades Hoho Alkaf Penuh Tato Mirip Yakuza, Sukses Bangun Desa Mandiri
JAKARTA, Nawacita – Profil Kades Hoho Alkaf Penuh Tato Mirip Yakuza, Sosok Welas Yuni Nugroho atau yang akrab disapa Hoho Alkaf viral di berbagai media sosial. Hoho viral lantaran sekujur tubuhnya dipenuhi dengan tato. Apalagi, kini Hoho tengah menjabat sebagai Kepala Desa (Kades) Purwasaba, Kecamatan Mandiraja, Banjarnegara.
Mengingat tato sering kali ditafsirkan sebagai simbol premanisme dan karena itu berkonotasi negatif. Barang siapa bertato, kebanyakan orang menilai dia bukan orang baik-baik. Hoho pun sempat dipandang negatif dengan tato di sekujur tubuhnya.
Meski begitu, pria 36 tahun ini dapat membuktikan kinerja yang baik sebagai seorang Kades di Banjarnegara. Ia bahkan menyumbangkan mobil pribadi miliknya untuk desa.
Kendaraan ini dipakai untuk kebutuhan mobilisasi warga, seperti ketika butuh alat transportasi untuk mengantar ibu yang akan melahirkan, warga yang sakit atau keperluan lainnya. Hoho menjadi tokoh panutan dan dicintai warga.
Dilansir dari berbagai sumber, berikut kami ulas fakta sosok Hoho Alkaf, Kades Banjarnegara bertato di sekujur tubuh. Kang Dedi Mulyadi (KDM) kembali bertemu dengan Kepala Desa Purwasaba, Kecamatan Mandiraja, Kabupaten Banjarnegara, Welas Yuni Nugroho atau akrab disapa Kades Hoho.
Seperti diketahui ini bukan kali pertama KDM bertemu Hoho. Awal tahun lalu keduanya pun bertemu karena Hoho saat itu viral sebagai kades yang memiliki tato di sekujur tubuhnya seperti seorang yakuza.
Baca Juga: Pemerintah Setujui Revisi UU Desa, Masa Jabatan Kades Jadi 8 Tahun
Kali ini KDM diajak untuk melihat peternakan ayam yang dikelola oleh Desa Purwasaba. Selain peternakan ayam, desa pun memiliki peternakan sapi hingga sawah bengkok.
“Saya sekarang di sini melihat peternakan ayam yang menghasilkan 2.500 telur dalam setiap hari,” ucap KDM.
Dari peternakan tersebut minimal Rp 800 ribu masuk ke Pendapatan Asli Desa. Belum dari sektor lain yang hasilnya bisa untuk menggaji karyawan, meningkatkan pendapatan desa.

“Punya areal peternakan sapi, kemudian kotorannya untuk biogas, desanya punya sawah bengkok, punya sapi, punya ayam, punya ikan, punya telur, ini yang dimaksud ketahanan pangan,” ujarnya.
Melihat perkembangan desa yang dipimpin Hoho, KDM pun merasa setuju jika dana desa naik Rp 2-5 miliar. “Asal desanya dikelola seperti Kades Hoho ini,” katanya.
Nantinya dana desa yang besar tersebut bisa digunakan untuk membangun desa hingga memiliki investasi. Ia mencontohkan jika investasi desa sudah sampai Rp 20 miliar maka per tahun akan memperoleh dividen menyentuh Rp 3 miliar.
“Kalau seperti itu ke depan desa yang sudah punya investasi tidak perlu lagi diberi atau dikurangi dana desanya karena sudah mandiri,” ujarnya. Menurut KDM, Kades Hoho tidak nyentrik dengan tato di sekujur tubuhnya, tapi kepemimpinannya pun dianggap berhasil.
“Kades Hoho itu bukan hanya urusan tatonya saja yang nyentrik tapi kepemimpinannya juga keren. Yang ditato bukan hanya tangannya, tapi ternyata desanya pun ditato penuh warna segala ada, segala punya, inilah desa kaya,” ucap KDM.
Sementara itu Kades Hoho berharap ke depan kenaikan dana desa bisa benar-benar terealisasi terutama bagi desa yang sudah mulai berkembang.
“Kalau dana desa naik saya berharap desa bisa lebih maju lagi. Semua kegiatan mulai dari infrastruktur bisa kita kerjakan sendiri kalau desa itu mandiri,” pungkas Hoho.
Profil
Pemilik nama Hoho Alkaf ini menjabat menjadi kepala desa Banjarnegara sejak tahun 2019 lalu. Hoho Alkaf kelahiran tahun 1988 ini merupakan anak bungsu dari 4 bersaudara pasangan suami istri dari almarhum H. Siswoyo Siswoharsono dan almarhumah Hj. Sri Hartati.
Hoho Alkaf melanjutkan usaha orang tuanya, jadilah ia pengusaha konstruksi. Selain menggarap proyek pembangunan infrastruktur, ia juga menyewakan alat berat. Pria yang berusia 36 tahun ini adalah Alumnus Universitas Sultan Agung (Unisula) Semarang.
Lantas adakah aturan terkait kades yang memiliki tato?
Dirjen Bina Pemerintahan Desa Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Eko Prasetyanto Purnomo Putro mengatakan, tidak ada aturan penampilan dalam syarat pendaftaran sebagai kepala desa.
Ia menyatakan, syarat calon kepala desa hanyalah minimal berusia 25 tahun, bersedia dicalonkan atau mencalonkan diri, minimal pendidikan terakhir setingkat SLTP atau SMP, serta patuh pada UUD dan Pancasila. Aturan tersebut sesuai dengan pasal 33 Undang-undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
“Belum ada aturan eksplisit terkait penampilan,” ujar Eko. Ia menjelaskan, penampilan seorang calon kepala desa seharusnya bisa dilihat Panitia Pemilihan Kepala Desa pada saat pendaftaran.
Panitia Pemilihan Kepala Desa ini terdiri dari tim bentukan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dan perwakilan dari pemerintah kota/kabupaten terkait. Namun ia menambahkan, tidak ada alasan bagi panitia untuk menolak pendaftaran diri seorang calon kepala desa yang bertato.
“Sebenarnya, ini hanya etika,” ungkapnya lagi. Selain itu wargalah yang memiliki hak mencalonkan seseorang menjadi kepala desa. Artinya, jika ada orang bertato yang mencalonkan diri atau diusulkan warganya untuk maju ke pemilihan kepala desa, pihak panitia tidak bisa mengeluarkan penolakan.
Ia juga menyebut penduduk desa yang berhak memilih kepala desa, sesuai Pasal 34. Jadi, warga bisa saja memilih kepala desa yang memiliki tato. Eko menambahkan, pemerintah daerah yang nanti akan menilai jika ada kepala desa bertato.
“Saat ini, (aturan calon kepala desa bertato) perlu menjadi masukan kita (di Kemendagri),” ungkapnya. Namun menurut Eko, aturan penampilan bagi calon kepala desa sulit untuk dibuat.
Ia beralasan, tato bisa memiliki makna bagi suatu budaya, misalnya di Indonesia daerah timur. Akibatnya, syarat pencalonan kepala desa hanya bisa diatur secara umum.
trblp6nws.


