Friday, December 26, 2025
HomeSTARTUPLifeStyleKisah Bu Culik, Nenek 80 Tahun di Surabaya yang Anti Air Putih

Kisah Bu Culik, Nenek 80 Tahun di Surabaya yang Anti Air Putih

Surabaya, Nawacita – Bu Culik, begitu nama panggilan akrab warga kepada Raden Ayu (RA) Erminajeng, wanita berusia 80 tahun kelahiran Kediri yang kini menetap di Surabaya.

Usianya tak muda lagi. Namun, semangatnya begitu membara, mengalahkan para remaja masa sekarang. Bahkan, dimasa lansia lanjut usia akhir ini, ia jarang sekali terlihat mengeluh.

Penglihatannya masih awas. Pendengarannya pun jelas. Tutur katanya juga tidak ada masalah. Semuanya normal layaknya masih berusia 30 an.

- Advertisement -

Yang bikin iri, jalannya masih lincah. Bahkan, beberapa kali ia pernah ziarah ke wali songo dan menaiki ribuan tangga di Sunan Muria yang makamnya di atas puncak Gunung Muria dengan mudah.

Sabtu, 17 Mei 2025 sore, Bu Culik tengah santai menyeruput kopi hitam di depan pintu teras rumahnya di Jalan Pacar Kembang III, Tambaksari, Surabaya.

Saat saya singgah ke rumahnya, ada anak, cucu hingga cicitnya tengah menonton televisi.

“Monggo pinarak,” tutur Bu Culik mempersilakan saya duduk sembari ia bergegas ke dapur.

Anak, cucu, dan cicitnya juga begitu ramah. Mereka menyambut kedatanganku dengan senyum. Saya lantas ngobrol kecil.

Tak lama, Bu Cilik keluar dari dapur membawa satu gelas kopi hitam dan disuguhkun kepadaku.

“Monggo diunjuk kopine (silahkan diminum kopinya),” katanya kepadaku.

Baca Juga: Kisah Menyentuh dari Tulungagung: Abdul Rahman Akhirnya Berangkat Haji

“Wah, kok repot-repot. Maturnuwun nggeh (Wah kok ngepotin. Terimakasih ya),” sahutku tersenyum.

“Pas niki damel kalih rokokan (pas ini buat sama ngerokok),” tambahku.

Lalu, kenapa Bu Culik tiba-tiba langsung membuatkanku kopi? Kok tidak menawarkan pilihan? Sebab, umumnya, apabila ada orang ketika bertamu di rumah orang, biasanya lebih dulu ditawarkan minum apa.

Ternyata, Bu Culik adalah pecinta kopi. Dan yang paling favorit adalah kopi hitam. Tak begitu suka dengan kopi-kopi yang lain.

“Kulo semerap njenengan seneng kopi, mangkane niki kulo damelaken kopi (saya tahu kamu suka kopi, makanya ini saya buatkan kopi,” ungkapnya kepadaku, mewakili pertanyaan dalam hati yang tanpa aku lontarkan langsung.

Menurut Bu Culik, kopi adalah semangat baginya. Tanpa kopi, hidup ini katanya kurang lengkap.

“Saya minum kopi dari umur dua tahun. Saya gak pernah minum air putih. Kurang suka. Kalau minum itu nek, mual-mual. Jadi dari kecil sampai sekarang minumnya kopi,” katanya.

“Tapi kadang-kadang ya minum teh anget. Kalau pengen. Sama pas lagi minum obat, itu baru pakai teh,” tambah dia.

Bagi Bu Culik, kopi ibarat cinta yang tak pernah luntur. Rasa pahit dan manis menggambarkan lika-liku kehidupan. Meski kopi dasarnya pahit, tapi aromanya bisa bikin tenang pikiran.

“Tanpa kopi itu kurang lengkap rasanya,” ujar wanita kelahiran Singonegaran, Kediri pada 5 April 1945 silam, sebelum Indonesia merdeka pada 17 Agustus 1945.

Meski begitu, Bu Culik mengaku tetap membatasi minum kopinya. Tidak berlebihan. Sehari, cukup dua sampai tiga kali.

Dari kisah ini, menggambarkan bahwa sehat tumbuh dari rasa semangat, pikiran yang seimbang, hingga ketenangan yang tak bisa dibeli.*

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

Bank Jatim Nataru
- Advertisment -

Terbaru