Dedi Mulyadi Minta Seluruh Kepala Daerah di Jawa Barat “Tobat Ekologi”
Bandung, Nawacita – Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi meminta seluruh kepala daerah di Jawa Barat untuk “Tobat Ekologi” untuk memperbaiki tata ruang dan pola hidup masyarakat agar tidak menyudutkan dan merusak wilayah sungai.
“Pada waktu puasa ini kita harus melakukan taubat ekologi dalam bahasa saya. Taubat ekologi itu apa sih? Taubat pemerintah segera memperbaiki diri, memperbaiki tata ruang, memperbaiki pola hidup masyarakatnya untuk tidak lagi merusak sungai dan menyudutkan sungai menjadi pembuangan rasa kebencian padahal itu dibutuhkan. Padahal dari filosofi masyarakat Jawa Barat, Jawa Barat itu karakteristiknya air,” ungkap Dedi saat ditemui usai meninjau persiapan modifikasi cuaca di Lanud Husein Sastranegara Bandung, Selasa (11/03/2025).

“Dan para bupati wali kota harus segera mengevaluasi tata ruangnya secara bersama. Ini kan menurut saya Jawa Barat itu sudah tidak pantas ada musibah. Nggak pantas, kenapa? Orang sistemnya sudah bagus, alamnya sudah bagus. Karena ketidakpantasan ini terjadi karena melaksanakan perencanaan pembangunan, tata ruangnya dilakukan secara ugal-ugalan, melawan prinsip-prinsip alam itu sendiri,” imbuhnya.
Hal itu diungkapkan Dedi kasrena dirinya menemukan beberapa Daerah Aliran Sungai (DAS) di Jawa Barat telah bersertifikat dan jadi hak milik perorangan. Seperti Sungai Cibarusah, Cileungsi, Ciliwung dan Kali Bekasi.
“Daerah aliran sungai sepanjang dari Cibarusa, Cileungsi, kemudian Kali Bekasi semuanya sudah bersertifikat. Saya sudah ngomong dari dulu ketika isu pagar laut. Saya bilang bukan hanya laut yang disertifikat, daerah aliran sungai itu sudah bersertifikat, gunung-gunung sudah banyak yang bersertifikat, ini harus segera dibenahi,” ungkap Dedi Mulyadi.
Hal itu bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 Tentang Sungai yang menyebutkan bahwa sungai dikuasai oleh negara dan merupakan kekayaan negara. Aturan tersebut juga mengatur terkait pengelolaan, pemberdayaan dan perizinan wilayah sungai.
Wilayah yang bersertifikat bukan hanya wilayah aliranya saja namun juga wilayah bantaran sungai yang seharusnya netral dari bangunan termasuk perumahan ataupun pemukiman. Maka dari itu, Dedi Mulyadi berencana untuk melakukan advokasi kepada Kementerian PUPR terkait DAS dan Bantara sungai yang sudah bersertifikat dan dimiliki oleh perorangan.
Hal itu dilakukan sebagai langkah mitigasi bencana di Jawa Barat seperti banjir dan longsor. Sebab menurut Dedi terpeliharanya wilayah sungai menjadi salah satu unsur dalam meminimalisir adanya bencana seperti banjir dan tanah longsor. Jika sungai terpelihara,aka aliran air akan lancar dan tidak meluap serta didukung jugaoleh daerah resapan yang memadai.
“Mencermati berbagai perkembangan bencana yang terjadi, diantaranya adalah banjir dan longsor, saya kan sudah memitigasi dari mulai, satu, membenahi tata ruang di puncak dan di seluruh Jawa Barat harus dibenahi,” kata Dedi.
“Nah kemudian yang kedua, kita juga sudah bergerak untuk membenahi daerah aliran sungai. Hari ini alat-alat berat sudah jalan, saya besok akan mengadvokasi kementerian PUPR untuk berhadapan dengan warga yang sudah mensertifikasi daerah aliran sungai,” tambahnya.
Baca Juga: Tanggapan Dedi Mulyadi usai Rumah Ridwan Kamil Digeledah KPK
Disinggung terkait masalah ganti rugi dan kemungkinan konflik dengan warga jika ada pencabutan sertifikat wilayah sungai yang dimiliki oleh warga, Dedi menyebut pihaknya tidak akan melakukan ganti rugi. Sebab, wilayah sungai merupakan hak milik negara yang dikelola oleh Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS), Perusahaan Umum Jasa Tirta (PJT) dan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA).
“Ya enggak dong, dia kan sudah ngambil tanah negara.Kan dulu itu sungai itu pasti dikelola satu BBWS, kemudian dua PJT, ketiga PSDA. Nah kan tiga-tiganya merupakan aset negara. Sungai itu dulu negara loh. Ketika hari ini sungai menjadi milik perorangan, berarti ada alih fungsi sertifikat yang tidak tepat,” tegas Dedi.
Selain melakukan advokasi, Dedi juga berencana untuk membuat Memorandum of Understanding (MOU) atau nota kesepahaman sebagai bentuk kerja sama dengan TNI untuk melakukan pemantauan sungai dari mulai hulu sampai hilir.
“Nah kemudian yang berikutnya saya akan ada tahapan yang dilakukan.Hari Jumat saya akan bikin MOU dengan Mabes Angkatan Darat. Mungkin setelah berikutnya saya mau menghubungi Mabes Angkatan Udara, Mabes Angkatan Laut,* papar Dedi.
“Nah seluruh ini akan dirangkaikan menjadi kegiatan pemerintah. Kegiatan pemerintahnya apa? Satu ya, seluruh angkatan ini itu nanti akan bekerjasama dalam menjaga hulu sungai, daerah aliran sungai, muara sungai sampai laut, udara itu melakukan pemantauan,” tandasnya.
Ia membenarkan bahwa solusi untuk jangka panjang, dirinya akan bekerjasama dengan Kementerian Perumahan dan Pemukiman untuk merelokasi bangunan masyarakat yang didirikan di wilayah bantaran sungai. Selain itu ia juga akan mengevaluasi para pengembang terkait pembangunan perumahan di wilayah bantaran sungai.
“Ya jangka panjang, ada rumahnya yang dibangunkan kembali dengan desain rumah panggung. Ada yang harus direlokasi kalau memang itu sangat di bibir sungai. Termasuk barangkali nanti Kementerian Perumahan juga harus mengevaluasi pengembang-pengembang yang melaksanakan pembangunan perumahan di tepi sungai, di tengah sawah,” pungkasnya. (Niko)


