Titik Berat Permendikbud Ristek Terhadap Gerakan Pramuka Indonesia

0
505

Gerakan Pramuka tidak dijadikan jual beli perpolitikan

Oleh: Nunuk Hidayati *)

Nawacita – Menarik, adalah kata pertama yang muncul pasca keluarnya Permendikbud Ristek Nomor 12 Tahun 2024. Berbagai stereotip mengenai keberlangsungan Gerakan Pramuka. Serta banyaknya respon mulai dari penjual es lilin di sekolah hingga Cawapres Pemilu 2024, Mahfud MD. 

Mari coba mencermati runtutan regulasi titik berat keberadaan Gerakan Pramuka pada jenjang pendidikan dasar dan jenjang pendidikan menengah. Dalam pandangan Regulasi,  Gerakan Pramuka sudah melalui sejumlah tahapan yang cukup matang sebelum menjadi sebuah kepanduan di Indonesia. Hal tersebut menjadi rujukan utama berdirinya Gugus Depan di setiap tingkatan sekolah yang diperingati setiap 14 Agustus. Gerakan Pramuka pun menjadi nafas utama di luar sekolah dalam hal gerakan sosial bahkan tanggap bencana.

Regulasi yang mengatur Gerakan Pramuka adalah terbitnya Undang-Undang Gerakan Pramuka Nomor 12 Tahun 2010. Telah jelas dalam Undang-Undang mengenai tujuan Gerakan Pramuka adalah untuk membentuk setiap pramuka agar memiliki kepribadian yang beriman, bertakwa, berakhlak mulia, berjiwa patriotic, taat hukum, disiplin, menjunjung tinggi nilai-nilai luhur bangsa. Kemudian dipertegas dalam pasal 5 menyebutkan pendidikan kepramukaan dilaksanakan atas upaya untuk membentuk kepribadian dan kecakapan hidup dari Pramuka.
UU Tersebut diperkuat dengan Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014. Bahwa atas pertimbangan nilai-nilai dalam sikap dan keterampilan sebagai muatan kurikulum 2013 dan muatan yang terkandung dalam Pendidikan Kepramukaan maka Kementerian Pendidikan menyatakan dapat bersinergi secara koheran bersama Gerakan Pramuka. Kemudian dalam pasal 2 ayat 1 menyebutkan bahwa Pendidikan Kepramukaan dilaksanakan sebagai Kegiatan Ekstrakulikuler wajib pada pendidikan dasar dan menengah. Lebih lanjut pada ayat 2 dalam pasal yang sama bahwa kegiatan ekstrakulikuler wajib merupakan kegiatan ekstrakulikuler yang “harus” diikuti oleh seluruh peserta didik, serta dalam Prosedur Operasional Standar ditambahkan terkecuali bagi Peserta Didik dengan kondisi tertentu yang tidak memungkinkan untuk mengikuti ekstrakulikuler tersebut.

Peraturan ini tentunya menjadi kebanggaan berikutnya bagi Gerakan Pramuka karena pada nyatanya setiap pendidikan dasar dan pendidikan menengah diwajibkan untuk melaksanakan ektrakulikuler Pramuka bagi semua siswanya, tidak dimaknai sebagai ekstrakurikuler pilihan. Sekalipun pada pelaksanaannya sangat disayangkan dengan adanya frasa wajib yang kemudian dijabarkan sebagai kegiatan yang “harus” diikuti namun tidak mempertimbangkan Prosedur Operasional Standar sebagaimana pada lampiran II Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014 halaman 14. Bahwa sebagaimana lampiran alur proses nasional semestinya terdapat koordinasi antara Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bersama Kwartir Gerakan Pramuka untuk kemudian menugaskan Balitbang Kemendikbud dalam membuat perangkat dokumen Ektrakurikuler Pendidikan Kepramukaan diantaranya adalah Pedoman, Prosedur Operasional Standar, Bahan Latihan, Kisi – kisi Instrumen Monitoring dan Evaluasi yang nyatanya belum dirasakan keberadaraan pengawasan pelaksanaan dari dokumen tersebut. Terlebih diantaranya dari beberapa kasus kejahatan yang membawa-bawa nama Gerakan Pramuka maka apakah muncul kemudian bentuk Monitoring dan Evaluasi yang diberikan?. Kemudian pertanyaan berikutnya adalah apakah selama ini mekanisme Pendidikan Kepramukaan telah sesuai dengan operasional standar yang semestinya disosialisasikan dan diketahui oleh lembaga pendidikan dasar dan pendidikan menengah atau selama ini Pendidikan Kepramukaan di sekolah diberikan atas dasar pengalaman senior sebagai acuan?. barangkali ini perlu menjadai perhatian bersama tidak terkecuali pada Gerakan Pramuka dan Kementerian Pendidikan. 

Terbaru, muncullah Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2024 tentang Kurikulum pada Pendidikan Anak Usia Dini, Jenjang Pendidikan Dasar, dan Jenjang Pendidikan Menengah. Atau biasa dikenal dengan Merdeka Belajar.

Munculnya Pemendikbud Ristek Nomor 12 Tahun 2024 yang menyabut dan menyatakan tidak berlaku Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 63 Tahun 2014 tentang Pendidikan Kepramukaan sebagai Kegiatan Ekstrakurikuler Wajib pada Pendidikan Dasar dan Pendidikan menengah, sebagaimana pasal 34 huruf h. Bahwa ketika melihat pasal 24 disebutkan bahwa keikutsertaan peserta didik dalam ekstrakurikuler bersifat sukarela yang kemudian diperjelas pada prinsip pengembangan ekstrakurikuler adalah bersifat pilihan dengan maksud bahwa ekstrakurikuler dikembangkan sesuai dengan minat dan diikuti oleh peserta didik secara “sukarela”. 

Berdasarkan penjelasan dari siaran Pers Kemendikbud Ristek pada 1 April 2024, Menteri Pendidikan Kebudayaan, Riset dan Teknologi Nadiem Makarim menyampaikan bahwa pada pokoknya adalah Kemendikbudritek memastikan Pramuka tetap menjadi ektrakurikuler yang wajib disediadakan sekolah. Tentunya jika kita ketahui bersama bahwa tidak adanya frasa wajib sebagaimana dimaksud pada Permendikbud Ristek No. 12 Tahun 2024. Serta diketahui lebih lanjut bahwa pada Permendikbud No. 12 Tahun 2024 tidak menyebutkan adanya penghapusan model blok yakni penghapusan kewajiban berkemah sebagaimana dimaksud pada siaran pers. Terlebih dalam mekanisme pengembangan ekstrakurikuler sebagaimana dimaksud oleh Kemendikbud Ristek adalah Ekstrakurikuler diselenggarakan oleh Satuan Pendidikan bagi Peserta Didik sesuai potensi, bakat, dan minat Peserta Didik. Sehingga dapat dikatakan siaran pers yang dikeluarkan oleh Kemendikbud tidak menjawab pertanyaan sederhana bagaimana jika pada perkembangannya Pramuka sudah tidak sesuai minat peserta didik, lantas apakah tetap wajib untuk diselenggarakan oleh lembaga pendidikan dasar dan menengah? 

Pro dan Kontra atas Pemendikbud No. 12 Tahun 2024 

Dalam konteks dukungan atas keluarnya Permendikbud No. 12 Tahun 2024, pada akhirnya Gerakan Pramuka telah kembali kepada kitrahnya yakni diikuti secara suka dan rela, rela meluangkan waktunya rela untuk mendalami keilmuannya, rela untuk berproses melalui Gerakan Pramuka secara riang dan gembira. Tentunya hal ini dianggap sudah sesuai dengan kiprah Gerakan Pramuka, Gerakan Pramuka memiliki sifat yang mandiri, sukarela, dan nonpolitis. Sehingga apabila sifat sukarela telah diperjelas maka sifat mandiri juga dapat terpenuhi dengan tidak adanya pengharapan besar Gerakan Pramuka pada alokasi pendanaan dari pemerintah, demikian juga dengan sifat nonpolitis bahwa Gerakan Pramuka tidak jadikan jual beli perpolitikan untuk memberikan dukungan pada organisasi sosial politik manapun. 

Dalam lain pendapat mengatakan dengan dipertegasnya kesukarelaan dalam berpramuka, hal ini tentunya menjadi harapan bagi para pecinta Gerakan Pramuka bahwa setiap kepemimpinan baik dari tingkatan gugusdepan hingga kwartir tidak ada perebutan kekuasaan yang didasari atas ambisi untuk memiliki dan menguasai segala hal yang dimiliki oleh Gerakan Pramuka untuk kepentingan pribadi maupun kelompok. Harapan berikutnya adalah bahwa setiap orang yang berkeinginan untuk memimpin Gerakan Pramuka adalah orang-orang yang benar-benar tulus, orang-orang yang merelakan waktu, jiwa, dan raganya untuk Gerakan Pramuka. 

Sementara dari pihak yang menyatakan tidak menyetujui adanya Permendibud Ristek No. 12 Tahun 2024, menganggap menyayangkan atas sikap yang diambil Kemendibud Ristek, pada prinsipnya juga terdapat alasan-alasan yang tidak secara detil disampaikan oleh Kemendikbud Ristek. Pendapat lain juga menilai bahwa Gerakan Pramuka dianggap sangat penting sebagai pembentuk karakter bagi pelajar. Salama ini Pendidikan Kepramukaan dianggap telah terbukti memberikan dampak positif bagi pembentukan kemandirian peserta didik. Hal ini juga kemudian timbul pertanyaan mengapa Kementerian Pendidikan tidak secara terbuka memberikan penjelasan mengenai tidak memberlakukan kembali Permendikbud Nomor 63 Tahun 2014. 

Kepramukaan Solusi Jitu disaat Terkikisnya Karakter Generasi Muda

Pada prinsipnya dari setiap yang berpendapat dan yang telah mengambil sikap bagi Gerakan Pramuka segalanya adalah dilakukan untuk kebaikan dari Gerakan Pramuka itu sendiri, memang penting kemudian untuk dilakukannya checks and balances antara penyelenggara pendidikan kepramukaan bersama Kementerian atau instansi terkait yang selama ini telah menyatakan untuk bergabung pada Gerakan Pramuka, sehingga Gerakan Pramuka menjadi lebih terkontrol dan diharapkan dapat saling mengingatkan peran. 

Usulan Pendidikan Kepramukaan menjadi Kokurikuler maka penting untuk terus dikawal, bahwa mengutip dari website Kementerian Pendidikan, kemdikbud.go.id. Bahwa kokurikuler adalah kegiatan yang menguatkan kegiatan intrakurikuler, seperti adanya kunjungan ke museum atau tempat edukasi lainnya. Kekhawatiran berikutnya bahwa pendidikan kepramukaan nantinya adalah sebatas melakukan kunjungan pada kantor-kantor pramuka, sebagaimana wisata edukasi. Nampaknya jika itu terjadi maka nilai-nilai yang hendaknya ditanamkan pada peserta didik hanya sebatas pengetahuan keberadaan Gerakan Pramuka, serta adanya anggapan bahwa Gerakan Pramuka tetap dimasukkan atas belas kasihan. 

Diskusi berkembang pasca adanya mediasi antara Gerakan Pramuka Bersama Kementerian Pendidikan yang dijembatani DPR RI, benar-benar perlu untuk dikawal, penting juga untuk melaksanakan tinjauan ke lapangan, untuk dapat benar- benar mengetahui apa yang dirasakan oleh peserta didik bukan hanya sebatas asumsi, untuk menjawab pertanyaan apakah Gerakan Pramuka sudah tidak diminati? Jika memang demikian maka apa alasannya, lalu apa solusi yang dapat memberikan sebagai jalan tengah, agar Pendidikan Kepramukaan tetap hidup dan hadir sebagai tiang yang kuat bagi pendidikan karakter generasi. 

*) Penulis : adalah Mahasiswa Universitas Islam Negeri Jakarta

 

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here