Saturday, December 27, 2025
HomeBUMNEkonomi dan Bisnis3 Tahun Jokowi-JK, Faisal Basri Soroti Setoran Pajak Hingga Utang

3 Tahun Jokowi-JK, Faisal Basri Soroti Setoran Pajak Hingga Utang

Jakarta, Nawacita – Ekonom Faisal Basri memberikan catatan khusus terhadap kinerja pemerintah di bawah kendali Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Wakil Jusuf Kalla (JK). Mulai dari penerimaan pajak, pembangunan infrastruktur, belanja pendidikan hingga utang.

Pajak merupakan modal pemerintah untuk mewujudkan pembangunan. Namun di sisi lain, kata Faisal, setoran pajak terus mengalami perlambatan bahkan pertumbuhannya sempat masuk teritori negatif.

Penerimaan pajak tumbuh tinggi saat harga komoditas melonjak saat 2006, kemudian turun saat krisis 2008. Sempat naik lagi pada 2010 dan jatuh lagi selepas harga komoditas turun di 2013. Pajak yang bergantung pada perusahaan sangat sensitif dengan perubahan ekonomi global.

- Advertisement -

Pertumbuhan penerimaan pajak secara alami diukur dengan total pertumbuhan ekonomi dan inflasi.

“PDB dan inflasi stabil kan, tapi pajak gonjang-ganjing,” ungkap Faisal kepada detikFinance, Senin (23/10/2017).

Dalam beberapa tahun terakhir tidak ada penerimaan pajak yang mencapai target. Konsekuensinya pemerintah harus memangkas belanja agar defisit anggaran bisa terjaga di bawah 3% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB).

Pemerintah sempat melakukan program pengampunan pajak alias tax amnesty. Dengan hasil yang sudah didapatkan, Faisal pun ragu dalam jangka pendek hingga menengah panjang efeknya akan terasa. Reformasi di tubuh Ditjen Pajak masih sangat diperlukan.

Dari sisi infrastruktur, Faisal memuji kinerja pemerintah. Khususnya langkah berani memangkas subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) dan dipindahkan ke belanja infrastruktur.

“Makanya dibilang higher quality spending,” tegas Faisal.

Pembangunan dimulai dengan cepat. Beberapa persoalan birokrasi yang selama ini menghambat, berhasil diatasi. Terlihat dengan proyek-proyek yang selama ini mangkrak, mulai dilanjutkan pembangunannya hingga hampir mencapai penyelesaian.

Sedikit kendala, di tahun berikutnya belanja infrastruktur tak naik seperti di 2015. Salah satu faktornya yaitu, pajak yang menjadi penopang belanja tidak tumbuh seperti yang diharapkan.

“Nah tahun berikutnya enggak ada pemotongan subsidi, caranya gimana ya dari pajak, tapi pajaknya negatif,” ujarnya.

Sorotan lain dari Faisal adalah soal pendidikan. Anggaran pendidikan cenderung melambat dalam tiga tahun terakhir, bahkan hampir sama dengan belanja infrastruktur.

“Tidak ada kenaikan pada komponen ini, tapi infrastruktur naik terus jadi utamakan fisik dari pada mental,” terang Faisal.

Padahal pendidikan dari sisi membaca, Indonesia 41 tahun tertinggal. “Jadi kita yang tertinggal itu bukan infrastruktur saja tapi pendidikan juga. pendidikan kita itu jelek. Oke infrastruktur tapi jangan korbankan ketertinggalan di bidang pendidikan,” paparnya.

Persoalan terakhir yang menjadi sorotan adalah utang. Utang pemerintah per akhir September 2017 mencapai Rp 3.886,45 triliun dengan rasio terhadap PDB mencapai 28,6%.

“Utang bukan problem serius tapi sudah mulai problem,” tegas Faisal.

Kewaspadaan Faisal dilandasi oleh pembayaran bunga utang, di mana 2015 8%, 2016 sebesar 9,8% dan 2017 mencapai 10,9% dari total APBN.

“Itu kita omongin belanja infrastruktur gede, lebih gede lagi bayar utang,” ungkapnya.

Bila digabungkan dengan utang pokok, Faisal memperkirakan mencapai Rp 500 triliun. “Itu sudah enggak sehat. Kemampuan kita untuk membiayai yang lain-lain itu berkurang,” kata Faisal.

dtk

RELATED ARTICLES

Leave a reply

Please enter your comment!
Please enter your name here

Bank Jatim Nataru
- Advertisment -

Terbaru