Oleh: James & Charles, Mahasiswa Jurusan Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Indonesia, Awardee Beasiswa Unggulan 2024
Nawacita – Pajak merupakan salah satu sumber utama pendapatan negara yang sangat vital untuk pembangunan dan penyediaan layanan publik. Indonesia, sebagai salah satu negara dengan ekonomi berkembang terbesar di Asia Tenggara, memiliki tantangan unik dalam upaya memaksimalkan penerimaan pajak. Salah satu tantangan terbesar adalah adanya shadow economy atau ekonomi bayangan. Menurut Bank Dunia, shadow economy di Indonesia diperkirakan mencapai sekitar 22-24% dari Produk Domestik Bruto (PDB)
(World Bank, 2021), yang mengindikasikan adanya potensi pajak yang besar tetapi
belum termanfaatkan. Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu baru-baru ini
menyoroti pentingnya menggali potensi pajak dari sektor ini.
Definisi dan Ruang Lingkup Shadow Economy
Shadow economy atau ekonomi bayangan, merujuk pada seluruh aktivitas
ekonomi yang berlangsung di luar pengawasan resmi pemerintah. Secara umum,
shadow economy mencakup aktivitas yang tidak terdaftar dalam statistik resmi, baik
karena sifatnya ilegal—seperti perdagangan narkoba dan perjudian—maupun karena
praktik yang legal tetapi tidak dilaporkan, seperti pekerjaan informal atau transaksi
barter. Ruang lingkup shadow economy sangat luas dan mencakup berbagai sektor.
Beberapa kategori utama dari aktivitas yang termasuk dalam shadow economy adalah:
Kegiatan Ilegal: Ini mencakup aktivitas seperti perjudian ilegal, pencucian
uang, dan perdagangan narkoba yang jelas-jelas melanggar hukum.
Perdagangan Informal: Aktivitas jual beli barang dan jasa tanpa izin usaha
resmi atau pelaporan pajak. Ini sering terjadi di pasar tradisional atau melalui
platform online yang tidak terdaftar.
Pekerjaan Tanpa Kontrak Formal: Banyak pekerja di sektor informal tidak
memiliki kontrak kerja resmi, sehingga penghasilan mereka tidak dilaporkan
kepada otoritas pajak. Contohnya termasuk pekerja rumah tangga dan pekerja
lepas yang dibayar secara tunai.
Under-reporting: Praktik di mana individu atau perusahaan melaporkan hanya
sebagian dari pendapatan mereka untuk menghindari kewajiban pajak penuh. Ini
sering terjadi pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM).
Sektor Jasa Tidak Tercatat: Banyak layanan seperti perawatan anak atau
layanan kebersihan tidak terdaftar dalam sistem formal, sehingga pendapatannya
tidak tercatat.
Menurut data dari Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), jumlah
transaksi keuangan mencurigakan selama tahun 2022 mencapai Rp183,8 triliun,
menunjukkan besarnya potensi pendapatan negara yang hilang akibat shadow economy.
Potensi Pajak dari Shadow Economy
Anggito Abimanyu mengemukakan bahwa banyak potensi pajak yang dapat
digali dari shadow economy. Ia mencatat bahwa pendapatan dari aktivitas seperti judi
online dan game online belum dikenakan Pajak Penghasilan (PPh). Dengan
memanfaatkan teknologi dan data analitik, pemerintah dapat mengidentifikasi dan
memungut pajak dari sumber-sumber ini. Salah satu contoh konkret adalah praktik judi
online yang banyak dilakukan oleh masyarakat Indonesia di luar negeri. Anggito
menjelaskan bahwa banyak pemain judi tidak melaporkan penghasilan mereka,
sehingga potensi penerimaan pajak hilang. Jika pemerintah dapat merumuskan skema
perpajakan yang efektif untuk sektor ini, maka akan ada peningkatan signifikan dalam
penerimaan negara (revenue productivity).
Tantangan dalam Pengenaan Pajak dari Shadow Economy
Meskipun ada potensi besar untuk meningkatkan pendapatan negara melalui
pajak dari shadow economy, ada beberapa tantangan yang dihadapi. Pertama, banyak aktivitas dalam shadow economy yang bersifat ilegal. Memungut pajak dari transaksi-
transaksi ilegal ini bisa berisiko memberikan legitimasi pada kegiatan tersebut, yang
dapat menyebabkan timbulnya persepsi negatif masyarakat akan lemahnya legitimasi
pajak (taxing legitimacy) di Indonesia. Hal ini bisa menimbulkan dilema etis bagi
pemerintah. Kedua, terdapat kesulitan dalam mendeteksi dan mengidentifikasi transaksi
yang terjadi di sektor ini. Bhima Yudhistira dari Center of Economic and Law Studies
(Celios) mencatat bahwa kecepatan pengawasan transaksi keuangan tidak mampu
mengimbangi celah teknologi yang dimanfaatkan oleh pelaku shadow economy. Tanpa
sistem pemantauan yang efektif, sulit bagi pemerintah untuk menarik pajak dari sektor
ini. Ketiga, rendahnya literasi hukum dan kesadaran masyarakat mengenai legalitas
transaksi juga menjadi penghalang. Banyak konsumen yang tidak menyadari bahwa
mereka berkontribusi pada shadow economy dengan memilih produk atau layanan
ilegal. Oleh karena itu, edukasi masyarakat menjadi kunci untuk mengurangi aktivitas
shadow economy.
Implikasi Pengenaan Pajak dari Shadow Economy
Pengenaan pajak terhadap shadow economy dapat memiliki implikasi signifikan
bagi perekonomian Indonesia. Di satu sisi, hal ini dapat meningkatkan pendapatan
negara dan memperkuat basis pajak nasional. Namun, jika tidak dikelola dengan baik,
bisa juga menyebabkan pengurangan daya beli masyarakat dan memperburuk kondisi
ekonomi informal. Pemerintah harus mengedepankan transparansi dalam penggunaan
dana pajak yang diperoleh dari shadow economy. Masyarakat perlu merasakan manfaat
langsung dari pembayaran pajak agar mereka termotivasi untuk melaporkan penghasilan
mereka secara jujur. Jika masyarakat merasa bahwa pajak digunakan untuk
meningkatkan layanan publik, maka akan ada peningkatan kepatuhan dalam pelaporan
pajak (voluntary tax compliance).
Kesimpulan
Langkah berani Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu untuk menggali
potensi pajak dari shadow economy adalah langkah strategis untuk meningkatkan pendapatan negara. Namun, pemerintah harus menghadapi tantangan besar dalam
mendeteksi dan memungut pajak dari sektor ini. Melalui pendekatan yang tepat,
termasuk edukasi masyarakat dan peningkatan sistem pengawasan transaksi keuangan,
pemerintah dapat memanfaatkan potensi besar yang ada di dalam shadow economy
tanpa memberikan legitimasi pada praktik ilegal. Langkah berani Anggito Abimanyu ini
diharapkan dapat menjadi awal dari perubahan positif bagi perekonomian Indonesia, di
mana semua pelaku ekonomi dapat berkontribusi secara adil melalui kewajiban
perpajakan. Dengan demikian, menggali potensi pajak dari shadow economy bukan
hanya tentang meningkatkan pendapatan negara, tetapi juga tentang menciptakan
ekosistem ekonomi yang lebih transparan, adil, serta berkelanjutan bagi semua pihak.
DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, A. (2024). Pentingnya menggali potensi pajak dari shadow economy.
Jakarta: Kementerian Keuangan Republik Indonesia.
Yudhistira, B. (2022). Tantangan pengawasan transaksi keuangan dalam shadow
economy. Center of Economic and Law Studies (Celios). Diakses dari berbagai
laporan tahunan Celios.
Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK). (2022). Laporan Tahunan
PPATK: Hasil Analisis dan Hasil Pemeriksaan. Jakarta: PPATK.
World Bank. (2021). Shadow Economy in Indonesia: Challenges and Opportunities.
Washington, DC: The World Bank Group. Diakses dari
https://www.worldbank.org